DPRD Karawang Soroti Dampak Eksploitasi Lingkungan, Dewan Deddy: Perusahaan Wajib Laporkan Kajian UKL-UPL Secara Berkala

KARAWANG, Spirit – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang mulai soroti dampak lingkungan akibat aktivitas (eksploitasi) sejumlah perusahaan di Karawang. Terlebih Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, mengamanatkan agar dapat menjaga lingkungan hidup dari berbagai aktivitas yang dapat merusak lingkungan.

Salah satu produknya adalah kewajiban membuat kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan hidup (UKL) dan Upaya Pengawasan Lingkungan hidup (UPL) bagi semua perusahaan.

Kajian UKL-UPL yang wajib dibuat perusahaan merupakan syarat dalam menempuh dalam pembuatan perizinan ternyata harus dilaporkan setiap tahunnya kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), untuk dinilai sejauhmana upaya pengendalian kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas perusahaan tersebut.

“UKL – UPL merupakan amanat dari Undang – undang 32 tahun 2009, tentang lingkungan hidup, yang pada prinsipnya harus dilaporkan secara berkala setiap setahun sekali,” ujar Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Karawang Deddy Indrasetiawan, saat diwawancara spiritjawabarat.com dikantornya, Senin (22/02/2021).

Dijelaskan Deddy, terkait subtansial UKL-UPL sangat penting, bukan berbicara terkait upaya pengelolaan lingkungan hidup, namun secara intensif dan berkala harus dilakukan pengawasan bersama-sama.

“Rellnya sudah jelas, bukan hanya untuk melakukan pengelolaan namun subtansialnya ada fungsi pengawasan, jadi tidak akan mungkin pencemaran lingkungan akibat aktivitas terjadi, jika hal itu dilakukan,” jelasnya.

Namun, saat ditanya apakah seluruh objek harus lapor UKL-UPL tersebut, melaksanakan pelaporan sebagaimana mestinya, Deddy memiliki keyakinan mekanisme pelaporan tidak oernah dilakukan.

“Saya yakin seratus persen perusahaan tidak pernah melaporkan UKL-UPL kepada Dinas terkait,” katanya.

“Kendati begitu kelemahan peraturan yang tidak menegaskan atau menjelaskan secara jelas sifat pelaporan tersebut wajib atau tidak, menjadi pekerjaan rumah (PR) pihaknya dalam meninjau Perda kembali, karena setiap hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan harus termaktub di dalam aturan,” imbuhnya. (bal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *