KARAWANG, Spirit
Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementerian Sosial RI, kembali dikeluhkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kecamatan Rengasdengklok. Pasalnya kondisi beras bantuan yang mereka terima dibawah standar dan tidak sesuai harga yang telah ditentukan.
Dikatakan salah seorang warga Desa Rengasdengklok Selatan, kondisi beras yang diterimanya sangat tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan. Ditambahkannya dengan kualitas yang sama beras yang kini diterima masyarakat dari program BPNT tersebut bisa di dapatkan di pasar dengan harga tak lebih dari Rp 9.500 per kg nya.
“Kondisi beras patah-patah (jitai), mengeluarkan bau tak sedap dan jelas tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan. Berbeda jauh apabila kita membelinya langsung di warung-warung dengan harga yang sama,” ujarnya, Kamis (21/3).
Diketahui saat ini Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Kecamatan Rengasdengklok sebanyak 9.814 orang dari 9 desa yang ada di lingkungan Kecamatan Rengasdengklok. PT Rizky Putra Raja sebagai suplier dalam penyalurannya mengirim sekitar 98 ton per bulannya. Bisa dibayangkan berapa rupiah keuntungan yang diterima suplier dengan mengurangi kualitas tersebut.
Selain kualitas beras yang dinilai jauh dari standar harga yang ditetapkan sebesar Rp 10.500 per kg, pengawasan dalam penyaluran beras tersebut dianggap minim. Pasalnya berdasarkan hasil pantauan, dalam proses penyaluran tidak ditemukan adanya pengawasan baik dari Seksi Kesos Kecamatan maupun dari instansi Kepolisian Rengasdengklok. Akibatnya suplier beras secara bebas menyuplai beras tanpa memperhatikan kualitas.
Sementara itu, Wakil Ketua II, DPP LSM Galaksi, Abdul Mukti mengatakan pihaknya sudah banyak menerima keluhan masyarakat terkait pengelolaan BPNT Kecamatan Rengasdengklok. Kualitas beras yang disalurkan tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah mendominasi aduan masyarakat tersebut. Berdasarkan beberapa laporan tersebut pihaknya menduga adanya Mark up harga yang dilakukan oleh pihak TKSK dan Suplier.
“Kita akan bongkar dugaan permainan mark up harga beras, yang kemungkinan melibatkan suplier dan pengawas alias TKSK,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menyatakan untuk membongkar adanya dugaan tersebut, pihaknya juga telah berkomunikasi dengan tokoh masyarakat di desa lainnya untuk melakukan demo menuntut transparansi pengelolaan BPNT.
“Sementara kami akan melakukan demo ke kecamatan terlebih dahulu, jika memang tidak diakomodir baru kita demi ke Dinsos maupun Pemda Karawang,” imbuhnya.
Untuk mengantisipasi adanya permainan Mark up harga tersebut, dirinya mendesak agar pengelolaan beras BPNT tersebut diserahkan kepada masing-masing desa melalui BumDes atau Seksi Kesos Kecamatan. Sehingga transparansi pengelolaannya tetap terjaga dan tidak menguntungkan salah satu pihak.
“BPNT merupakan program sosial, sehingga harus berdampak pada sosial masyarakat, jangan menjadi ajang bisnis pribadi, dan pengelolaan melalui masing-masing BumDes merupakan jalan keluarnya,” pungkasnya. (dar)