Sulitnya KPR Bagi MBR, Nasib Pengembang Rumah Bersubsidi Jadi tak Menentu

KARAWANG, Spirit –  Meski pandemik Covid-19 sangat berdampak terhadap perekonomian masyarakat bahkan negara, perumahan rakyat atau rumah bersubsidi masih menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Hal tersebut diungkapkan Sekertaris DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Jawa Barat, H. Abun Yamin Syam kepada Spirit Jawa Barat, Selasa (4/8/2020).

Masih menurut pria yang akrab disapa Abun tersebut kondisi diperparah oleh adanya ketentuan pemerintah dan perbankan yang dianggap memberatkan atau menyulitkan MBR dalam mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang kemudian berdampak terhadap para pengembang perumahan bersubsidi hingga menghambat misi pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional paska pandemik Covid-19.

“Beberapa ketentuan pebankan seperti, deposit angsuran selama tiga hingga enam bulan, ketentuan uang muka (Down Payment/DP) yang tinggi dan keberadaan aplikasi Sistem informasi KPR Subsidi perumahan (Sikasep) dan Sistem informasi kumpulan pengembang (Sikumbang) yang kerap bermasalah jelas sangat memberatkan dan membuat sulit MBR dan konsumen wiraswasta untuk memiliki rumah bersubsidi, membuat nasib pengembang perumahan bersubsidi menjadi tak menentu,” ungkap Abun.

Ketentuan-ketentuan yang memberatkan tersebut, lanjutnya sangat bertentangan dan tak selaras dengan Undang-undang RI nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) pasal 54 yang berisi, pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan

perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.

“Jelas kondisi saat ini tidak adil bagi MBR dan para pengembang perumahan bersubsidi. Seharusnya seluruh stakeholder berpegangan kepada UU PKP ini sehingga seluruh lapisan masyarakat terutama MBR mendapatkan kemudahan untuk memiliki rumah,” tegasnya.

Selain bertentangan dengan UU RI tentang PKP, Abun menambahkan kondisi tersebut jelas mempersulit tercapainya tujuan atau misi pemerintah dalam pemulihan perekonomian paska pandemik Covid-19.

“Karena dalam industri properti ini banyak melibatkan sektor ekonomi lain yang juga banyak melibatkan kelompok pekerja padat karya. Dan jika industri properti yang dimotori oleh pengembang perumahan bersubsidi ini terhenti tentu akan ada efek domino terhadap ekonomi masyarakat yang akhirnya mengganggu tujuan pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional setelah mewabahnya virus korona saat ini,” pungkas Abun. (dar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *