Eksekutif Janji 2024 Tuntas, Akademisi Sebut PD Petrogas Tidak Boleh Beroperasi

KARAWANG, Spirit – Jadi sorotan Publik, kemelut PD Petrogas Persada Karawang masih terus berlanjut. Pakar hukum yang juga akademisi UBP Karawang, Dr. Gary Gagarin Akbar, turut menyampaikan pendapatnya mengenai karut marut PD Petrogas.

Pria yang biasa disapa Gary ini tegas menilai PD Petrogas sudah semestinya tidak boleh lagi beroperasi, menurutnya sesuai pasal 402 ayat (2) UU Pemda menyatakan bahwa semua BUMD yang dibentuk sebelum UU Pemda wajib menyesuaikan bentuk badan hukumnya paling lambat tiga tahun setelah UU tersebut di sahkan.

“Artinya, seharusnya paling lambat tahun 2017 sudah harus berubah. Sudah lewatnya batas waktu tersebut, maka perusahaan tidak boleh melakukan operasional karena perintah UU termasuk pengurusan dana participating interest (PI) sebesar Rp. 90 miliar yang ada dalam kas PD Petrogas tidak dapat diambil,” katanya seperti dikutip delik.co.id, Rabu (6/12/2023).

Gary juga menjelaskan, perubahan bentuk badan hukum perusahaan daerah adalah amanat dan perintah dari UU Pemerintahan Daerah. Perusahaan daerah diberikan pilihan mau berubah bentuk badan hukum menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) atau Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda). Namun disayangkan hingga kini Pansus Perubahan Badan Hukum PD Petrogas tak kunjung diparipurnakan karena ada tiga syarat yang belum dipenuhi oleh pihak eksekutif.

“Menurut pandangan saya kenapa tiga syarat perubahan bentuk badan hukum Petrogas tidak kunjung dipenuhi oleh eksekutif, yaitu ini berkaitan dengan political will dari eksekutif mau dibawa kemana petrogas ini. Sebenernya ini hanya masalah mau atau tidak mau saja,” tegasnya.

Ia pun menilai kalau pemerintah daerah merasa posisi Petrogas ini penting dalam rangka menggali potensi bisnis dan mampu memberikan PAD seharusnya tidak membiarkan Petrogas menggantung prosesnya sampai dengan sekarang

“Penyebab Petrogas selama ini mati suri menurut pandangan saya berkaitan dengan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam mengelola BUMD,”ungkapnya.

Sebenarnya, kata Gary, maju mundurnya suatu perusahaan berada ditangan direksi sebagai organ yang memiliki kewenangan dalam pengurusan perusahaan sehari-hari, tetapi ia menekankan bahwa penyakit dari BUMN atau BUMD di Indonesia adalah terlalu banyak intervensi politik dan tarik menarik kepentingan sehingga perusahaan plat merah ini tidak bisa maksimal dalam menjalankan fungsinya.

“Apalagi dari target penyertaan modal Rp15 miliar ternyata yang dicairkan hanya sekitar Rp900 jutaan. Jadi banyak sekali faktor yang menjadi penyebab Petrogas mati suri,” ujarnya.

Gary menyoroti masalah status Plt Dirut Giovanni yang menurutnya sangat membingungkan. Disini terlihat ketidakjelaskan ekesekutif dalam bersikap. Jika memang Giovani tidak baik dan cakap dalam menjalankan tugas sebagai direksi, harusnya diberhentikan karena pemerintah daerah khususnya eksekutif merupakan sebagai pemilik dari perusahaan sehingga bebas melalukan apapun demi kepentingan perusahaan.

“Terkait belum dibayarnya gaji Giovani selama menjadi direksi, menurut pandangan saya dalam perspektif hukum perusahaan, ketika direksi diangkat dan ditetapkan dalam Surat Keputusan maka demi hukum pada saat itu muncul hak dan kewajiban, salah satunya berkaitan dengan gaji,” bebernya.

“Misalkan menurut eksekutif dia tidak digaji karena perusahaan merugi. Sekarang bagaimana mau menghitung rugi atau untung jika syarat target penyertaan modal tidak dipenuhi sejak awal,” timpalnya.

Terlepas apapun itu, lanjutnya, pemerintah sebagai pemilik perusahaan harus memenuhi penyertaan modal agar roda perusahaan berjalan.

“APH perlu turun tangan mengingat banyak sekali persoalan yang tidak wajar sehingga perlu ditelusuri ada apa. Jangan sampai BUMD ini terus menerus dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mencari keuntungan pribadi,” tandasnya.

Di tempat berbeda, Plt Kepala Inspektorat Kabupaten Karawang Arif Bijaksana Maryugo, menyampaikan, atas permintaan Asda II Setda Karawang pihaknya sedang lakukan audit PD Petrogas.

Namun hingga kini audit itu belum kunjung tuntas lantaran ada sejumlah dokumen data yang diminta pihaknya belum dipenuhi Asda II Setda Karawang maupun dari Kabag Perekonomian.

“Kami belum terima data dan dokumen seperti laporan kinerja direksi, dasar penetapan gaji direksi dan sebagainya,” ujarnya.

Arif sendiri tidak bisa memastikan sampai kapan audit itu selesai.

“Karena dari mereka sendiri tidak ada deadline dan dokumen yang kami butuhkan belum kami terima semua,” tegasnya.

Kabag Perekonomian Setda Karawang, Sari Nurmiasih, membenarkan Inspektorat Karawang sedang lakukan audit PD Petrogas, termasuk sejumlah permintaan dokumen dan data yang belum bisa dipenuhi pihaknya kepada Inspektorat Karawang.

“Kami sedang bekerja agar data dan dokumen yang diminta mereka bisa dipenuhi,” ucapnya.

Sari menyampaikan dana PI belum bisa ditarik atau dimanfaatkan lebih untuk warga Karawang lantaran ada beberapa syarat yang perlu dibereskan.

“Perlu ada RUPS dan dasar RUPS perlu ada laporan kinerja atau RKAP dari direksi,” bebernya.

Ia pun menyampaikan masalah gaji atau honor direksi selama bertahun-tahun belum dibereskan lantaran ada perbedaan penetapan dasar gaji direksi.

“Misalkan gaji direksi itu 2,5 dari gaji tertinggi karyawan di Petrogas. Kalau gaji tertinggi di Petrogas Rp5 juta, maka gaji direksi sebesar Rp12,5 juta perbulan. Nah pada RUPS sekitar tahun 2019 itu disampaikan gaji tertinggi karyawan Petrogas Rp5 juta, tapi yang disampaikan terakhir ini gaji tertinggi karyawan sebesar Rp9 juta. Masalah ini yang belum ada titik temu,” ucapnya.

Tetapi Sari memprediksi bahwa permasalahan PD Petrogas akan kelar pada tahun 2024 mendatang.

“InsyaAllah tahun 2024 masalah Petrogas tuntas,” tutupnya. (ist/red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *