KARAWANG, Spirit – Diduga langgar kode etik dan langgar pedoman perilaku Hakim (KEPPH) dalam memeriksa dan memutus perkara, LSM Kompak Reformasi adukan Hakim Tunggal Pra-peradilan dengan nomor perkara 11/Pid.pra/Pra/2022/PNKWG, ke Komisi Yudisial.
Surat laporan dengan nomor 97/LSMKR-LP/X/2022, tertanggal 15 November 2022 tersebut ditandatangani oleh Sekertaris LSM Kompak Reformasi, Pancajihadi Al Panji.
Dalam perkara Nomor 11/Pid.pra/Pra/2022/PNKWG, hakim memutuskan:
- Penetapan tersangka atas nama: Asep Aang Rahmatullah Bin H. Hapudin Ashari, berdasarkan Surat Ketetapan No. : S.Tap / 154/X/2022/Reskrim, tanggal 6 Oktober 2022, Laporan Polisi Nomor: LP/B/1749/IX/2022/SPKT/Polres Karawang/Polda Jawa Barat, tertanggal 20 September 2022 yang diduga melakukan Tindak Pidana Pasal 170 KUHP Jo 351 KUHP adalah tidak sah menurut hukum.
- Penangkapan pemohon berdasarkan surat Perintah Penangkapan Nomor: SP. Kap/252/X/2022/Reskrim tanggal 7 Oktober 2022 dan surat Wajib Lapor Nomor: Swl/252/X/2022/Reskrim adalah tidak sah menurut hukum.
- Menyatakan penyidikan perkara dalam surat perintah penyidikan dengan Nomor SP.Sidik/929/1X/2022/Reskrim, tanggal 20 September 2022 Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan Nomor : 6/258/X/2022/Reskrim tertanggal 20 September 2022, Surat Pemberitahuan penetapan tersangka atas diri Pemohon Nomor: 8/258, b/ix/2022/Reskrim, tanggal 06 Oktober 2022 adalah tidak sah menurut hukum.
- Menyatakan hasil penyidikan yang didasari pada surat perintah penyidikan nomor: SP.Sidik/929/1X/2022/Reskrim, tanggal 20 September 2022. dan Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka atas diri pemohon Nomor: 8/258.b/X/2022/Reskrim, tertanggal 06 Oktober 2022 adalah tidak sah menurut hukum:
Dengan putusan tersebut, menurut Panji, Kita sama-sama mengetahui bahwa dalam Pra-peradilan, semua pihak berperkara tidak bisa melakukan banding.
“Jadi apabila ada pihak yang keberatan tentunya tidak ada saluran lain di pengadilan yang lebih tinggi. Padahal upaya banding merupakan upaya hukum dari pihak-pihak yang berperkara sebagaimana diatur dalam Pasal 67 KUHAP,” ungkap Panji kepada spiritjawabarat, baru-baru ini, Jumat (25/11/22).
Masih menurutnya, pentingnya banding bisa memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertama, mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan dan pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum.
“Mau gimana lagi para pihak harus legowo menerima dan bagaimanapun itu sudah final,” katanya.
Akan tetapi, masih menurutnya, LSM Kompak Reformasi memandang bahwa perlunya Komisi Yudisial sesuai dengan kewenangannya untuk menelisik hakim tersebut dalam membuat putusan. Selain itu LSM Kompak Reformasi pun mempertanyakan apakah hakim tunggal tersebut dalam dalam menangani perkara tersebut apakah ada pelanggaran Kode etik dan pedoman perilaku Hakim (KEPPH) dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut. Terutama dalam Poin 8 dan Poin 10 KEPPH.
“Kami meminta agar segera Hakim tunggal tersebut disidang di Majelis Kehormatan Hakim. Mudah-mudahan laporan kami tersebut mendapat respon serta ada tindak lanjutnya,” harap Panji. (red)