GMPI Geruduk PLN ULP Rengasdengklok, Soroti Dugaan Prosedur Ganda Petugas P2TL kepada Pelanggan

KARAWANG, Spirit — Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Milintasi Pejuang Indonesia (GMPI) Kecamatan Rengasdengklok mendatangi Kantor PLN ULP Rengasdengklok, Kamis (27/11/25). Menuntut penjelasan resmi mengenai fungsi dan kewenangan Petugas Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) yang dinilai menggunakan standar ganda hingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Dede Jalaludin, S.H., atau Bang DJ, dari LBH DPD GMPI Kabupaten Karawang. Ia menyoroti tragedi tewasnya seorang petani di Kecamatan Cibuaya akibat tersengat listrik dari jebakan tikus. Bang DJ menilai insiden tersebut menunjukkan adanya kelalaian sistemik PLN dalam pengawasan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

“Nyawa rakyat melayang di sawah karena aliran listrik, sementara PLN sibuk melakukan operasi P2TL ke pelanggan rumah tangga. Ini ironi dan bentuk kelalaian institusional yang tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.

DJ juga mengkritik dugaan tindakan sewenang-wenang petugas P2TL. Menurutnya, banyak laporan bahwa pemeriksaan dilakukan tanpa surat tugas resmi, tanpa saksi independen, dan disertai ancaman pemutusan listrik sepihak.

“Tindakan seperti itu melanggar asas kepastian hukum dan hak konsumen sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa peristiwa di Cibuaya mengungkap dua persoalan utama: pertama, gagalnya PLN ULP Rengasddengklok dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penggunaan listrik di wilayah pedesaan; kedua, praktik P2TL yang dianggap telah bergeser dari orientasi keselamatan publik menjadi tindakan represif terhadap pelanggan kecil.

Audiensi berlangsung tegang dan berakhir tanpa kesimpulan jelas. Menurut GMPI, pihak PLN belum dapat memberikan penjelasan konkret mengenai tanggung jawab hukum atas tewasnya petani di Cibuaya serta mekanisme pengawasan penggunaan listrik di area persawahan.

Atas kondisi tersebut, DJ menyatakan akan mengirimkan surat resmi kepada PLN UP3 Karawang untuk meminta klarifikasi dan audit hukum terhadap seluruh kegiatan P2TL di Kabupaten Karawang. Jika tidak ada langkah korektif, ia menegaskan akan membawa persoalan ini ke ranah hukum dan melibatkan Ombudsman RI serta Kementerian ESDM.

“Kematian akibat kelalaian bukan sekadar kecelakaan, tetapi pelanggaran tanggung jawab publik. PLN tidak bisa berlindung di balik alasan teknis. Ini soal nyawa manusia,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala PLN Rayon Rengasdengklok, Lukman, menegaskan bahwa kegiatan P2TL dilaksanakan berdasarkan regulasi pemerintah.

“Penagihan dilakukan oleh P2TL karena PLN mengikuti regulasi. Subsidi hanya diberikan kepada pelanggan sesuai daya kontrak. Jika penggunaan melebihi batas daya, maka selebihnya tetap menjadi tanggungan pelanggan,” jelas Lukman.

Terkait penggunaan listrik untuk jebakan tikus, ia menegaskan bahwa praktik tersebut dilarang karena sangat berbahaya.

“PLN tidak memperbolehkan penggunaan listrik untuk perangkap tikus. Kami terus melakukan sosialisasi ke desa-desa tentang larangan tersebut karena risikonya tinggi,” ujarnya.

Namun saat ditanya mengenai tanggung jawab PLN atas korban meninggal di Cibuaya, Lukman menyatakan bahwa hal itu berada di luar kewenangan PLN.

“Batas kewenangan PLN hanya sampai alat ukur dan pembatas (kWh meter). Selebihnya adalah tanggung jawab pelanggan. Ketika pelanggan mengalirkan listrik ke luar, itu sudah di luar ketentuan SPJBTL,” pungkasnya. (ist/red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *