CILAMAYA WETAN, Spirit
Kasus pungutan terhadap murid berdalih hasil kesepakatan komite dengan sekolah kembali mencuat. Akibatnya sejumlah orang tua murid mengeluh, lantaran besaran pungutan dirasa cukup berat, yang paling disayangkan kasus seperti ini belum tersentuh tangan hukum.
Seperti halnya terjadi di SMKN 1 Cilamaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, para orang tua murid mengaku terbebani dengan adanya kewajiban membayar iuran sebesar Rp 2 juta rupiah untuk kebutuhan akhir tahun. Meskipun demikian, mereka tidak bisa menghindari pungutan ini karena berlasan hasil kesepakatan antara komite dengan pihak sekolah. Padahal, tidak semua orangtua murid menyepakatinya karena dirasa sangat memberatkan.

“Saya sendiri kaget jika ada iuran sampai sebesar itu di sekolah anak saya. Saya pun menanyakan langsung ke pihak sekolah ternyata pihak sekolah membenarkannya, dan merupakan hasil dari kesepaktan bersama komite dengan masyarakat,” kata salah seorang wali murid warga Kecamatan Banyusari yang tidak mau disebut namanya, kepada Spirit Jawa Barat, Sabtu (10/2/).
Meskipun iuran itu dapat dicicil, menurutnya tetap saja memberatkan. Apalagi, selama ini diketahui jika biaya operasional pendidikan itu sudah didanai oleh pemerintah. Di mana setiap tahun selalu digelontorkan anggaran untuk kepentingan tersebut.
“Kalau memang harus ada punguntan, ada baikinya tidak ditarget. Apalagi sekolah yang bersetatus negeri. Lembaga pendidikan negeri itu adalah aset negara, kalau begitu peran pemiritah tidak ada dong?” ujarnya heran.
Dia meyakini keluhan seperti itu juga dialami orang tua murid lainnya. Karena pada sekolah itu, tidak semua terkategori mampu. Masih banyak yang harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
“Sementara itu, sekolah menarget sebesar Rp 2 juta bagi siswa kelas 12/siswa yang harus dibaya. Meskipun hasil dari kesepakatan bersama, dengan iuran bisa dicicil, namun kenyataanya tak sedikit orang tua siswa yang merasa terbebani,” katanya.
Menanggapi keluhan itu, Kepala SMKN 1 Cilamaya, Hj Mutia Purnamawati, mengaku tidak menampik. Dengan alasan untuk menambah biaya operasional yang dianggap masih kurang.
“Kalau mengandalkan bantuan pemerintah saja masih kurang. Maka pihaknya berkordinasi dengan komite sekolah, tentang kebutuhan tersebut,” pungkasnya. (wan)
