KARAWANG, Spirit – Kasus korupsi di tubuh BUMD PD Petrogas Persada Karawang kembali menuai sorotan publik. Meski Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung telah menjatuhkan vonis dua tahun penjara terhadap mantan Direktur Utama PD Petrogas, Giovanni Bintang Rahardjo (GBR), perkara tersebut hingga kini belum berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang diketahui telah mengajukan upaya banding atas putusan tersebut.
Praktisi hukum sekaligus pengamat kebijakan publik, Asep Agustian, SH., MH., mengapresiasi langkah banding yang ditempuh JPU. Menurutnya, banding merupakan hak institusional kejaksaan dalam mencari keadilan substantif.
“Saya apresiasi Kajari sekarang dan tim JPU yang mengajukan banding. Itu hak kejaksaan dan sah secara hukum,” ujar Asep Agustian, yang akrab disapa Askun, Kamis (25/12/25).
Pertanyakan Bukti Setor ke Negara atas Rp101 Miliar dan Penjelasan kepada Publik
Namun demikian, Askun menyoroti persoalan krusial lain yang dinilainya belum pernah dijelaskan secara terbuka kepada publik, yakni status uang Rp101 miliar milik PD Petrogas yang sebelumnya disita dan dipamerkan Kejari Karawang pada 23 Juni 2025 lalu.
Menurut Askun, berdasarkan amar putusan hakim Tipikor Bandung, uang dalam rekening PD Petrogas tersebut telah dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti. Oleh karena itu, yang patut dipertanyakan saat ini bukan lagi ke mana uang tersebut, melainkan di mana bukti penyetoran atau pemasukan uang tersebut ke kas negara.
“Sekarang logikanya berubah. Kalau dalam amar putusan disebut dirampas untuk negara, artinya uang itu sudah menjadi milik negara. Pertanyaannya sederhana tapi mendasar: mana bukti setor atau bukti penerimaan negara atas Rp101 miliar itu?, jelaskan juga ke publik,” tegas Askun.
Ia menilai, transparansi terkait eksekusi amar putusan sangat penting agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan di masyarakat.
Penyitaan Kas BUMD Dinilai Ganggu Operasional
Askun juga menegaskan bahwa uang Rp101 miliar tersebut sejak awal merupakan kas atau deviden PD Petrogas, bukan kerugian negara sebagaimana nilai kerugian yang didakwakan dalam perkara, yakni sekitar Rp7,1 miliar.
“Uang Rp101 miliar itu sejak awal bukan kerugian negara. Itu kas BUMD yang tersimpan di bank. Ketika disita seluruhnya dan sampai hari ini belum bisa dimanfaatkan, dampaknya nyata terhadap operasional PD Petrogas,” katanya.
Akibat penyitaan tersebut, lanjut Askun, aktivitas korporasi PD Petrogas menjadi tersendat, termasuk proses pemilihan direksi baru yang tertunda karena alasan keterbatasan biaya operasional.
“Kalau alasan penyitaan hanya untuk mencegah penyalahgunaan, sebenarnya cukup diblokir rekeningnya, bukan disita total. Faktanya sekarang, BUMD lumpuh,” ujarnya.
Kritik atas Penanganan Perkara
Askun juga menyoroti inkonsistensi penegakan hukum dalam perkara ini. Ia mempertanyakan logika pemidanaan dengan vonis dua tahun penjara dan kewajiban membayar uang pengganti, sementara aset hasil dugaan korupsi sebesar Rp7,1 miliar tidak pernah ditelusuri secara jelas.
“Kalau nanti terpidana tidak punya aset untuk membayar uang pengganti, lalu apa yang sebenarnya diselamatkan negara? Jangan sampai akhirnya hanya pelaku yang dipenjara, tapi kerugian negara tidak pulih,” katanya.
Ia juga menilai janggal jika perkara korupsi BUMD bernilai miliaran rupiah hanya melibatkan satu orang pelaku tanpa pengembangan peran pihak lain.
“Ini yang sejak awal saya kritik. Kasus besar, kerugian besar, tapi pelakunya tunggal. Publik berhak curiga,” tandasnya.
JPU Resmi Ajukan Banding
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri Karawang secara resmi mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Tipikor Bandung terhadap terdakwa GBR.
Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Dedy Irwan Virantama, menyatakan vonis dua tahun penjara dinilai belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
“JPU mengajukan banding karena putusan tersebut belum mencerminkan rasa keadilan,” ujar Dedy, Selasa (23/12/25).
Menurutnya, proses banding sepenuhnya menjadi kewenangan majelis hakim di tingkat banding dan diperkirakan memakan waktu sekitar empat bulan hingga putusan dijatuhkan. (ist/red)
