KARAWANG, Spirit – Di depan Komisi IV DPRD Karawang saat gelaran Rapat Dengar Pendapat (RDP), PLN ULP Rengasdengklok sebut tarif listrik yang dikenakan kepada pelaksana kegiatan pembangunan RSUD Rengasdengklok yaitu PT. PP persero adalah tarif multiguna pelanggan atau dihitung sesuai pemakaian dan tidak flat seperti pada umumnya untuk layanan sementara, dasar pemberian layanan tersebut adalah aturan kementarian ESDM dan surat edaran direksi PLN.
Sehingga Kepala Departemen Kepemudaan Ormas GMPI, Angga Ditha menilai PLN ULP Rengasdengklok memiliki standard ganda dalam memberikan pelayanan.
Pasalnya, menurut pria yang akrab disapa Angga tersebut, sisi lain kepada masyarakat kecil dan bisa dipastikan juga pelanggan PLN, apabila butuh layanan khusus seperti hajatan, pasar malam dan lain sebagainya PLN mengenakan tarif khusus dengan perjanjian masa pakai atau flat.
“Kepada perusahaan yang notabene Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT. PP persero PLN ULP menerapkan layanan dengan tarif multiguna pelanggan atau karena pelanggan perhitungannya sesuai dengan pemakaian, sementara masyarakat yang dipastikan juga pelanggan PLN untuk mendapatkan layanan khusus (sambungan sementara) dikenakan tarif flat multiguna,” ungkap Angga kepada awak media, Senin (29/7/24).
Masih menurut Angga, PLN seharusnya tidak mengeluarkan kebijakan yang berbeda kepada pelanggannya, karena hal itu bertentangan dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Pasal 6, Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama,” urai Angga.
Lebih jauh, jika surat edaran direksi PLN (seperti yang diungkapkan PLN ULP Rengasdengklok-red) benar adanya, Angga pun menduga surat edaran direksi PLN tersebut sarat kepentingan.
“Edaran ini bertentangan dengan UU RI nomor 5 tahun 1999, tidak menutup kemungkinan jadi modus korupsi. Ini harus menjadi perhatian Aparat Penegak Hukum (APH),” tegas Angga.
Angga menambahkan, pihaknya (Ormas GMPI) akan mengambil langkah lebih jauh yaitu akan membawa permasalahan ini ke APH untuk ditindaklanjuti.
“Kita akan dorong permasalahan ini ke APH, sekaligus melaporkan perusahaan Lembaga Inspeksi Teknik (LIT) penerbit SLO dan NIDI dengan nama pemohon RSUD Rengasdengklok ke pihak kepolisian, sebab RSUD Rengasdengklok ini belum eksis atau belum ada dan masih dalam tahap pembangunan yang berarti informasi dalam SLO dan NIDI ini tidak benar atau palsu,” kata Angga. (red)