Misteri Dibalik Tewasnya Karyawan PT CSI di RS Fikri Medika, Ini Kata Kuasa Hukum Keluarga Korban

KARAWANG, Spirit – Nasib malang menimpa Kintan Juniasri, seorang karyawan yang telah bekerja selama enam tahun di PT Chang Shin Indonesia (CSI).

Warga Desa Kedawung Kecamatan Lemahabang ini mungkin tidak menyangka sebelumnya, tragedi kecelakaan kerja yang dialaminya pada Sabtu (12/4/25) pagi akan berujung merenggut nyawanya.

Kuasa Hukum keluarga korban dari LBH CAKRA, Joko Arisyanto, menuturkan awal mula kronologi pilu yang meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban.

Joko menuturkan, korban berangkat kerja pada shift 1, Sabtu (12/4/2025) pagi. Pukul 08.00 WIB, korban alami kecelakaan kerja di PT CSI dengan luka jari tengah dan jari manis sobek terkena mesin.

“Sebelum dibawa ke RS Fikri Medika, korban sempat mendapat perawatan di klinik tempat korban bekerja,” ucapnya kepada awak media, Jumat (25/4/25) malam.

Joko melanjutkan, sekira pukul 09. 00 WIB, keluarga korban sampai ke RS Fikri Medika. Pada saat itu korban masih dapat diajak berkomunikasi, bahkan ada rekaman video yang menunjukan korban berkomunikasi dengan seseorang.

“Setalah sampai di rumah sakit, perban luka korban dibuka dan diganti oleh perawat rumah sakit, penggantian perban tidak dilakukan dengan memasang infus,” ujarnya.

Kemudian pada sekira pukul 10.00 WIB korban masih dapat diajak berkomunikasi dengan baik oleh pihak keluarga dan korban mengeluh lapar, kemudian oleh kakak korban dibelikan roti untuk mengganjal rasa lapar. Pada saat yang bersamaan perawat datang untuk menyarankan korban berpuasa karena akan dilakukan tindakan operasi.

“Diterangkan oleh pihak keluarga operasi akan dilakukan pada pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB,” ungkapnya.

Keluarga terkejut, ketika setelah operasi korban mengalami muntah-muntah dan kemudian korban dibawa ke ruang ICU. Pada saat korban mengalami muntah-muntah pihak keluarga mempertanyakan kepada pihak rumah sakit penyebab korban bisa terjadi muntah-muntah.

“Pihak rumah sakit melalui dokter yang melakukan tindakan menjelaskan bahwa efek dari bius (bius total) saat operasi itulah yang mengakibatkan korban muntah-muntah, bius total. Kemudian pihak keluarga mempertanyakan kembali kenapa operasi luka pada dua jari yang sobek dilakukan bius total, dan dokter menjawab supaya mudah dalam melakukan penanganan dan tindakan,” ungkap Joko.

Masih kata Joko, setelah operasi kondisi korban semakin parah dan memburuk, darah keluar dari mulut dan hidung korban. Keluarga korban mempunyai kejanggalan, karena sebelum tindakan operasi dilakukan, keluarga korban diminta untuk menandatangani surat yang di duga adalah surat persetujuan tindakan operasi tanpa menjelaskan kepada keluarga surat tersebut, saat itu suami korban yang menunggu korban. Karena minimnya pengetahuan dan rasa panik, maka suami korban langsung menandatangani surat tersebut.

“Tidak lama setelah tindakan operasi tersebut korban menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit tersebut. Setelah mengetahui korban telah meninggal pihak keluarga meminta rekam medis dan mempertanyakan kuitansi biaya namun pihak keluarga hanya diberikan surat kematian dari rumah sakit dan hasil rontgen, sampai dengan saat ini pihak keluarga tidak mendapatkan rekam medis dari rumah sakit, padahal sesuai aturan yang ada rekam medis itu merupakan hak dari pasien atau keluarga pasien,” tegasnya.

Tim kuasa hukum lainnya, Dadi Mulyadi, menambahkan, setelah mengetahui kronologinya dari pihak keluarga korban, pihaknya akan lakukan sejumlah langkah, di antaranya akan terus melengkapi pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan lakukan investigasi secara langsung ke RS Fikri dan juga sebagai pembanding pihaknya menghubungi klinik perusahaan yang pertama kali berikan pertolong.

“Biar kami akan lihat komparasi untuk melihat situasi awalnya seperti apa. Kami sudah kumpulkan foto-foto dan keterangan saksi dari rekan korban juga keluarga korban yang saat itu dampingi korban di rumah sakit,” ujarnya.

Ia melanjutkan, dari hasil pubaket dan investigas pihaknya akan lakukan analisa dan menyimpulkan apakah dari peristiwa itu ada indikasi suatu perbuatan tindak pidana malpraktek.

“Kalau ada indikasi tindak pidana malpraktek, maka kami akan serahkan ke mekanisme hukum, yang jelas kami bersama penegak hukum Polres Karawang untuk memperoses persoalan ini sampai ada titik terang,” tegasnya.

“Langkah awal, kami akan lakukan audiensi dengan beberapa pejabat terkait yang ada di RS Fikri, karena sampai hari ini dokumen yang baru kami dapatkan dari hasil pulbaket berupa tiga foto hasil rontgen dan surat keterangan kematian korban,” sambungnya.

Dadi mengendus ada kejanggalan dari dokumen surat keterangan kematian korban. Dalam surat itu tidak ada satu bentuk keterangan yang dibuat oleh dokter spesialis yang menangani korban. Tidak hanya itu, berdasarkan keterangan keluarga, korban sebelum dioperasi lukanya hanya ada dua jari, tetapi ketika sudah meninggal ternyata ada tiga jari yang tampak luka.

“Kenapa saya pertanyakan itu karena korban meninggal setelah operasi, berarti dokter yang bertanggung jawab di sini adalah salah satunya dokter yang lakukan operasi terhadap korban, sementara yang menandatangani di surat kematian sepertinya dokter umum,” ungkapnya.

Dadi menegaskan, sampai hari ini pun keluarga korban kehilangan informasi penyebab kematin (cause of death) yang secara hukum bisa dipertanggungjawabkan.

“Sampai sekarang pun pihak rumah sakit belum memberikan keterangan, baik itu secara langsung ke keluarga korban maupun melalui media, meski hari ini ada kabar pihak RS yang didampingi kepala desa dan Polsek Klari mendatangi rumah keluarga korban berikan bingkisan, padahal sebelumnya paska kematian korban belum ada itikad baik dari RS, adanya reaksi dari RS ya setelah kasus ini ramai di media dan di medsos, jadi setelah satu minggu kematian baru lah RS datang ke keluarga korban,” kata Dadi.

Dadi menambahkan, pihak keluarga berharap ada pertanggungjawaban dari pihak RS Fikri Medika, baik secara materiil dan non materiil

“Kami berharap kepada RS Fikri untuk membuka ruang untuk berdialog dengan kami dalam rangka investigasi menuntaskan permasalahan ini, itu saja tahap awal karena kami belum bisa terlalu jauh prediksi sebelum kami uji pendapat mereka masing-masing, kalau mereka menutup diri ya terserah itu hak mereka tapi ‘kan akan ada konsekuensinya” tutupnya.

Hingga berita ini terbit, awak media masih berupaya untuk meminta klarifikasi dari pihak RS Fikri Medika. Permintan klarifikasi kepada Direktur RS Fikri Medika, dr. H. Saefudin belum ada tanggapan. (ist/red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *