BEKASI, Spirit
Sejak zaman prasejarah, manusia menyadari mereka butuh tempat berlindung dari cuaca, predator, dan serangan musuh. Maka gua menjadi tempat untuk didiami termasuk ceruk tebing, bahkan rumah pohon.
Seiring perkembangan zaman, rumah menjadi salah satu kebutuhan primer (utama) manusia, meskipun seringkali dibangun hanya asal dijadikan tempat tinggal. Misalnya, dibangun di lokasi ilegal atau berbahaya, di atas sungai, di pinggir rel kereta api, atau di bibir tebing. Atau malah menggunakan bahan bangunan berkualitas rendah, misalnya atap asbes yang tidak baik untuk pernafasan. Rumah-rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan ini disebut rumah tidak layak huni (rutilahu).
Lain halnya dengan penerima manfaat Rutilahu yang satu ini.
Sebut saja, Tamol (60) warga Kampung Pulo Bambu Tua. Janda tua yang tinggal bersama anak dan menantunya ini salah satu penerima manfaat Rutilahu yang diperuntukkan rumah tinggal yang di tempatinya.
Padahal tempat tinggal ibu Tamol tidak termasuk rumah yang harus mendapatkan program Rutilahu, karena kondisi rumah sudah berdinding batu seluruhya. Ironisnya penerima manfaat sama sekali tidak mengetahui berapa jumlah pembelanjaan barag matrial yang digunakan, bahkan untuk bayar tukang Tamol harus berusaha sendiri.
Menurut Edi (red) menantunya ibu Tamol, yang mendampinginya waktu pencairan. Kalau mertuanya mendapat bantuan Rutilahu sebesar Rp 15 juta rupiah, akan tetapi uangnya langsung diambil oleh petugas desa sebagai pendamping waktu itu.
“Mertua saya mendapatkan bantuan 15 juta saya yang mendampinginya waktu ngambil duitnya di bank BJB, terus dipotong sama orang desa duitnya langsung diambil lagi semuanya sama orang itu,” kata Edi saat diwawancara Spirit Jawa Barat, Rabu (10/1).
Edi juga menjelaskan, kalau Tamol sama sekali tidak dikasi uang, selang beberapa hari dikirim barang-barang matrial berupa pasir, keramik, semen, pralon, pintu dan wc.
Dan Edi tidak tau berapa jumlah rupiah belanjan matrial tersebut karna tidak diberi bukti pembeliannya.
“Besoknya udah dikirim barang matrial ini semua kesini, ada pasir, semen, keramik dan wc juga pintu. Tapi saya ga tau ini jumlah blajaannya berapa duit, buat bayar tukang aja kita berusaha sendiri kaga di kasi duitnya. sampai sekarang saya nggak menerima bon belanjaannya,” pungkas Edi
Terkait tidak layaknya rumah ibu Tamol mendapatkan bantuan Rutilahu, menurut Camat Karang Bahagia, Suharja, karena terlalu lama nunggu cairnya dana Rutilahu maka rumah Tamol sudah diperbaiki dulu.
“Menunggu dana Rutilahu itu kelamaan jadi rumah ibu tamol keburu direhab, khawatirnya keburu ambruk, jadi begitu dana Rutilahu cair rumah dah bagus,” kata Suharja. (bayu)