SEBUAH hotel bintang empat Rabu (24/2) kemarin diresmikan di Karawang. Lokasinya ada di kawasan bisnis Grand Taruma. Hotel dengan desain minimalis, tampak menjulang di antara kawasan hunian dan ruko. Hotel tersebut menjadi salah satu dari sekian hotel yang ada di jalur Interchange Tol Karawang Barat, yang menjadi kawasan pusat bisnis di kota pangkal perjuangan tersebut. Dia juga jadi salah satu yang meramaikan bisnis properti di kawasan baru.
Soal grand lounching untuk sebuah kegiatan bisnis, sebenarnya hal biasa saja, meski peresmiannya ditandai dengan kehadiran orang nomor satu di Karawang. Itu adalah salah satu bentuk marketing awal untuk mengumumkan kepada khalayak, bahwa dirinya telah hadir dan siap melayani. Makanya dalam event seperti itu selalu diundang tamu-tamu khusus, rekanan, dan orang-orang yang cukup punya pengaruh. Menggiring orang-orang seperti itu artinya sebagai ujian, apakah kehadirannya cukup diperhitungkan atau tidak.
Namun terlepas dari itu, sesuatu yang menarik yakni saat berlangsung perbincangan beberapa tokoh bisnis sambil menunggu acara dimulai. Topik diskusi tidak formal tersebut menyangkut perkembangan Karawang dengan beragam fenomenanya. Tatkala membicarakan pertumbuhan hotel di daerah ini, semua sepakat cukup mengagumkan. Setidaknya ada sikap berani dari investor untuk menanamkan modalnya dalam bisnis hotel. Berbagai analisa ringanpun berlontaran. Ada yang mengira para investor mendirikan hotel di Karawang lantaran ada peluang dari pertumbuhan kawasan industri.
Para pengusaha di kawasan industri, ketika hadir di Karawang tentu membutuhkan tempat untuk menginap dan istrirahat. Mengingat mereka adalah kalangan eksekutif, sudah pasti pelayanan kepada mereka harus berkelas. Karenanya tumbuh hotel berbintang. Namun para tamu hotel tidak semua kelas eksektuif atas. Ada juga dari mereka datang dari kalangan eksekutif kelas middle. Mereka pun butuh jasa hotel yang menyediakan cukup saja layanan BB (bad and breakfast), tetapi tetap mengedepankan pelayanan prima. Ternyata di Karawang pun hotel demikian sudah bermunculan. Dengan demikian, di daerah ini hotel yang berdiri sudah cukup beragam sebagaimana di kota-kota besar.
Di tengah serunya diskusi itu, tiba-tiba ada juga yang mempertanyakan bagaimana prospek ke depannya dari hotel-hotel itu. Jangan jumlah kamar tidak sepanding dengan tamu yang datang, yakni jumlah tamu lebih sedikit ketibang kamar yang tersedia. Padahal kata mereka, okupansi (tingkat hunian) sebuah hotel setiap hari jangan kurang dari 40 persen dari kamar yang tersedia. Lalu bagaimana nanti persaingan antarhotel. Ada juga yang mengkhawatirkan, pemerintah daerah justru memberikan juga peluang untuk berdirinya tower apartemen. Jika itu yang terjadi, maka aka ada ancaman bagai bisnis hotel, selain pajaknya leuh banyak ketarik ke pusat..
Dari semua diskusi informal tersebut, ada yang perlu dipahami oleh Pemerintah Daerah Karawang, yakni mereka harus membuat program kreatif. Misalnya bagaimana membangun destinasi wisata, sehingga hotel bisa mendapat impact postif.***