KARAWANG, Spirit – Penjualan kayu dan genteng (material) bekas ruang kelas di sejumlah sekolah yang tengah mendapatkan bantuan rehabilitasi tanpa prosedur resmi, mendapat perhatian serius DPRD Kabupaten Karawang. Sekretaris Komisi IV, Asep Syaripudin atau Kang Asep Ibe, menegaskan bahwa hasil pembongkaran bangunan sekolah tetap dikategorikan sebagai aset daerah yang tidak boleh diperjualbelikan sembarangan.
“Biasanya sebelum dilakukan pembongkaran ada izin resmi yang dikeluarkan. Persoalannya, apakah pembangunan yang dikerjakan terburu-buru membuat izin itu terlambat keluar,” ujar Asep, Jumat (29/8/25).
Ia menjelaskan, pemanfaatan material bekas untuk kebutuhan internal sekolah masih diperbolehkan, misalnya untuk memperbaiki atap bocor. Namun, jika material dijual, harus ada izin formal dan hasil penjualan wajib disetorkan ke kas daerah.
“Tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain, karena itu jelas termasuk aset daerah,” tegasnya.
Politisi Partai Golkar tersebut juga mengingatkan, semua sekolah penerima program rehabilitasi, baik dari anggaran reguler Dinas Pendidikan maupun pokok-pokok pikiran DPRD, wajib mematuhi prosedur.
“Dari pembongkaran hingga penjualan sudah diatur dalam mekanisme pengelolaan aset daerah. Sekolah harus patuh, agar tidak menimbulkan masalah hukum dan kerugian bagi daerah,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Sekolah SDN Ciptamarga IV, Ratna Purbani, saat ditemui NarasiKita.ID pada Selasa (26/08/2025) membenarkan adanya penjualan material sisa bongkaran. Ia mengklaim sudah menyiapkan Berita Acara Sisa Hasil Pembongkaran Nomor: 400.3.11/007/SD/VIII/2025 tertanggal 7 Agustus 2025, serta Surat Pengantar dari Korwilcambidik Jayakerta Nomor: 800/037/TU/2025 tertanggal 8 Agustus 2025. Namun, surat pengajuan izin pembongkaran ataupun Berita Acara Sisa Hasil Pembongkaran dari SDN Ciptamarga IV dan surat pengantar dari Korwilcambidik Jayakerta diterima oleh Bagian Aset Disdikpora Karawang pada Selasa (26/05/2025) sore. Meski, bangunan sudah terlanjur dibongkar dan materialnya sudah dijual.
“Sebelum dibongkar juga sudah ada berita acara, malah pak korwil juga sudah tandatangan sama komite,” ujar Ratna.
Ratna beralasan, penjualan dilakukan karena halaman sekolah sempit dan khawatir sisa material mengganggu aktivitas siswa. Hasil penjualan sebesar Rp1,4 juta disebutkannya dipakai untuk membeli cat dan keramik, serta diserahkan kepada komite sekolah untuk dikelola.
“Kalau dibiarkan takut kehujanan, mengganggu anak-anak, ada paku. Jadi ibu jual, terus hasilnya ibu beliin cat sama keramik. Malah uangnya juga diberikan ke komite, bukan saya yang mengelola,” jelasnya.
Ia menambahkan, semula ada pihak lain yang menawar Rp500 ribu, namun akhirnya pembelian dilakukan oleh penjaga sekolah dengan harga Rp600 ribu.
Ratna juga menyebut bahwa Korwilcambidik Jayakerta mengetahui dan bahkan membenarkan langkah tersebut.
“Kemarin pak korwil konfirmasi ke saya, ada bukti SMS juga. Saya bilang ke korwil, kata beliau nggak apa-apa, buat saja berita acara sisa bangunan dan pemanfaatannya. Dan pak sunu sama pak heri juga kemarin rapat bareng konfirmasi sudah ke saya dan pak sunu juga bilang begitu ibu jangan takut, ibu sesuai dengan prosedur,” pungkasnya. (ist/red)