KARAWANG, Spirit – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia menyoroti lemahnya kinerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Karawang dalam menagih kontribusi kerja sama pengelolaan enam pasar daerah. Akibat kelalaian itu, potensi kerugian keuangan daerah mencapai Rp18,61 miliar.
Temuan ini tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan Tahun 2023 yang diterbitkan BPK Perwakilan Jawa Barat Nomor 38B/LHP/XVIII.BDG/05/2024 tertanggal 21 Mei 2024.
BPK mencatat, enam pasar tersebut dikelola pihak ketiga melalui skema Bangun Guna Serah (BGS) dengan total nilai aset Rp55,94 miliar. Namun, sebagian besar mitra pengelola tidak memenuhi kewajiban penyetoran kontribusi ke kas daerah.

BPK menilai, Disperindag gagal memastikan kepatuhan mitra terhadap kontrak kerja sama. Sebagian besar perusahaan pengelola bahkan diduga menunda atau menghindari kewajiban pembayaran, sementara pemerintah daerah tidak melakukan penagihan secara tegas.
“Dinas Perindustrian dan Perdagangan belum melakukan langkah penagihan yang signifikan atas tunggakan kontribusi kerja sama pengelolaan pasar,” tulis BPK dalam LHP-nya.
Padahal, kewajiban tersebut diatur jelas dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah serta Perda Kabupaten Karawang Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Kegagalan Disperindag menegakkan aturan itu berpotensi menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perdagangan rakyat—salah satu sumber penting pembiayaan pembangunan daerah.
BPK merekomendasikan Bupati Karawang agar segera menuntaskan masalah ini dengan langkah konkret, antara lain:
Menyusun roadmap penyelesaian kerja sama pengelolaan pasar;
Menagih secara aktif piutang kontribusi sebesar Rp18,61 miliar;
Melaksanakan putusan Mahkamah Agung terkait Pasar Cikampek I;
Melibatkan TKKSD dan KJPP untuk menilai ulang besaran kontribusi yang wajar;
Memerintahkan Disperindag mengevaluasi seluruh kontrak dan menindak mitra yang menunggak.
Ironisnya, di tengah temuan serius ini, Pemkab Karawang masih meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
Namun, laporan tersebut menegaskan bahwa pengawasan dan akuntabilitas pengelolaan aset daerah masih lemah.
Kelemahan Disperindag dalam menegakkan aturan menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah daerah terhadap tata kelola aset publik yang transparan dan produktif. Jika dibiarkan, enam pasar strategis ini berisiko menjadi aset tidur—tidak menghasilkan pendapatan, bahkan berpotensi menjadi beban keuangan daerah. (ist/red)
