KARAWANG, Spirit– Dianggap rawan titip menitip pasal Pusat Studi Kontitusi dan Kebijakan (PUSTAKA) soroti Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2011-2031.
Dian Suryana, Direktur PUSTAKA mengatakan, dalam proses legislasi di daerah dalam pengamatannya setidaknya ada dua Raperda yang rawan bersinggungan dengan korupsi legislasi, yaitu Raperda APBD dan Raperda RTRW. Dua Raperda tersebut karena pertama bersinggungan dengan anggaran, kedua penentuan wilayah pembangunan.
“Raperda Perubahan RTRW bukan hanya menjadi dasar hukum persoalan pembangunan, karena beberapa wilayah Karawang sering terjadi bencana alam. Maupun penyesuaian dengan proyek strategis nasional. Akan tetapi mencegah supaya tidak ada titip menitip pasal dalam proses legislasi,”ujarnya.
Ditambahkan, setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan dalam proses legislasi untuk mencegah titip menitip pasal atau korupsi legislasi. Pertama transparansi (keterbukaan). Kedua partisipasi publik bermakna. Dua hal tersebut harus dilakukan, karena selain perintah Undang- Undang (UU) No 13/2022 tentang perubahan kedua atas UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, juga untuk mencegah korupsi legislasi.
“Soal keterbukaan bisa dimaksimalkan website Pemda Karawang, atau JDIH (jaringan dokumentasi & informasi hukum). Bisa dipublish Draft Raperdanya. Sehingga publik bisa memantau dan mengkaji. Sampai dengan saat ini cara itu belum dimaksimalkan,” katanya.
Ditegaskan soal partisipasi publik, dalam penyusunan Raperda bukan hanya menggelar acara di hotel tanpa ada tindaklanjut. Akan tetapi legislatif harus juga memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam putusan tersebut menegaskan pentingnya meaningful participation (partisipasi bermakna) dalam penyusunan legislasi. Partisipasi publik bermakna ini publik harus didengar pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, dan dijelaskan kenapa partisipasi publik itu diterima atau ditolak. Terlebih beberapa waktu lalu pernah ada demontrasi warga menolak Raperda Perubahan RTRW Karawang. Artinya ada yang harus diperbaiki pelibatan partisipasi publik dalam penyusunan legislasi.
“Publik harus memastikan dan mencegah agar tidak terjadi korupsi legislasi. Lebih pentingnya lagi, memastikan produk legislasi taat asas, berkualitas dalam mengentaskan persoalan publik,” tegasnya (ist/red).