Bupati dan DPRD Diminta Turun Tangan
RENGASDENGKLOK, Spirit
Bupati Karawang, Cllica Nurrachadiana dan DPRD setempat diminta turun tangan terkait penutupan PKBM Desa Kalangsari Kecamatan Rengasdengklok secara sepihak oleh PT Onamba. Pasalnya, penutupan tersebut berdampak 240 orang peserta PKBM kehilangan kesempatan pendidikan dan pekerjaan yang selama ini menjadi mitra perusahaan tersebut.
Penutupan secara sepihak oleh PT Onamba, diduga akibat buntunya proses negosiasi terkait adanya hembusan fitnah terhadap PKBM. Sehingga, perusahaan tersebut merasa tak tepat lagi untuk bermitra.
“Pemkab Karawang terutama Bupati dan Komisi D DPRD harus segera mencari solusi dan jangan sampai dibiarkan berlarut-larut,” ujar tokoh masyarakat setempat, Imun Munandar, Selasa (4/4)
Imun mengaku tak menyangka kalau sampai akhirnya terjadi pemutusan kerjasam PKBM dan PT Onamba terjadi secara sepihak. Menurutnya, penutupan itu disinyalir akibat adanya oknum yang sengaja iri dan memberi informasi yang buruk terhadap PKBM ke pihak perusahaan.
“Ini tidak masuk akal, kalau tidak ada yang sengaja mengobok obok. Dan memang saya dengar, para siswa PKBM diminta duit 5 juta oleh oknum. Disamping itu, ada juga yang tidak senang dengan adanya PKBM. Mereka menghasut tapi tidak pernah memikirkan efek kalau ratusan orang kehilangan mata pencahariannya,” imbuhnya.
Imun menegaskan, pihaknya bersama seluruh siswa PKBM akan terus memperjuangkan agar PKBM tetap bisa kembali beroperasional. Meskipun diketahui, pihak PT Onamba telah mengambil fasilitas pembelajaran yang dipergunakan oleh PKBM. “Saya menangis dengar cerita itu. Bahkan sekarang masih ada ratusan yang kebingungan mau kemana mereka mencari nafkah. Kasian nasib mereka. Saya akan temui langsung Ketua DPRD dan Bupati,” tandas Imun.
Hal senada diakatakan pengelola PKBM Kalangsari, Rosita. Dirinya mengatakan, pemutusan kontrak dengan PT Onamba karena adanya fitnah dari orang yang tidak bertanggungjawab bahkan sudah dikorankan. Sehingga, dirinya mengaku sampai dipanggil oleh DPRD dan dilarang mengadakan lagi kegiatan PKBM.
“Niat saya baik, ingin membuka pendidikan yang putus sekolah tapi di tengah jalan diobok-obok dikorankan kalau karyawan digaji Rp 30 ribu perhari. Padahal, saya tidak pernah memberi gaji. Memang kami sudah punya perusahaan, akan tetapi untuk laboratorium anak-anak, siswa kami yang dijalankan relawan,” terang Ros. (kus)
