Distan Karawang Akui Keterlamabatan Masa Tanam

KARAWANG, Spirit – Dinas Pertanian Kehutanan  Perkebunan dan Peternakan (Distanhutbunak) Karawang mengakui keterlambatan masa tanam tahun 2015 lalu. Dampaknya, harga padi (gabah) berada di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP.

“Kita akui, ini karena keterlambatan musim tanam karena kemarau Tahun 2015 lalu,” kata Kepala Distanhutbunak, Kadarisman, Senin (15/8).

Bahkan keterlambatan musim tanam pada beberapa bulan lalu pun menyebabkan juga penurunan harga padi yang sangat murah di bawah  Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Selain itu penurunan produktivitas pun dirasakan sejumlah petani.

Seperti diakui, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Harapan Jaya, Syarif Hidayat menyebutkan dalam kelompok tani binaannya di Kampung Bumi Selatan, Desa Tanah Baru, Kecamatan Batujaya hampir 80 persen hasil panen dari 100 hektar lahan ditawar oleh tengkulak di bawah HPP dengan harga Rp3 ribu perkilogram/gabah kering panen (GKP).

Syarif juga menyebutkan produktifitas padi pun rata-rata hanya mencapai 3 ton dalam satu hektar sawah. Hal tersebut terjadi akibat banyaknya bulir padi saat panen terbuang.

“Kita akui kualitas padi kita sangat jelek saat ini. Bahkan saat panen banyak yang terbuang. Bulirnya banyak yang basah dan berwarna hitam,” katanya, Senin (15/8).

Rusaknya kualitas gabah pun membuat sejumlah petani diwilayah Batujaya dan Pakisjaya sulit untuk melakukan penjualan. “Saya pernah tawarkan kepada Bulog di Karawang, tetapi mereka tidak mau beli. Dan juga tidak memberikan jawaban pasti soal pembelian ini. Seharusnya pemerintah siap untuk membeli harga gabah yang murah saat ini,” katanya.

Terpaksa sejumlah hasil panen sejumlah petani mereka jual kepada para calo yang mengaku dari Bulog wilayah Provinsi Banten. “Kami jual dengan harga Rp3 ribu kepada para calo yang mengaku dari Bulog wilayah Provinsi Banten,” kata dia.

Menurutnya adanya asuransi pertanian pun tidak membantu ketika harga gabah anjlok. Ia menyebutkan asuransi pertanian tersebut hanya dapat dicairkan saat kerusakan mencapai 90 persen. “Kalau panen saat ini tidak dapat diklaim melalui asuransi,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah dapat memberikan jalan untuk kebingungan petani yang menjual gabah yang tidak memiliki kualitas.

“Kita hanya bingung jual mesti kesiapa, tengkulak juga enggan menerima dan dari pemerintah pun tidak memberikan jawaban pasti. Sehingga kita jual ke calo pemerintah,”

Dalam biaya produksi pun sangat merugikan dihasil panen musim rendeng. Ia mengatakan, dalam sekali produksi biaya bisa mencapai Rp10 juta hingga Rp13 juta dalam satu hektar lahan. Sementara hasil panen hanya mencapai 3 ton dengan harga gabah Rp3 ribu perkilogram atau sekitar Rp9 juta untuk satu hektar.

Sementara, meski Distanhutbunak  Karawang sudah menyatakan sudah mulai memasuki musim tanam kemarau basah. Namun di sejumlah ujung wilayah Karawang para petani masih tengah sibuk melakukan panen raya musim tanam rendeng seperti di Kecamatan Rengasdengklok, Batujaya dan Pakisjaya.(fat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *