KARAWANG, Spirit
Fenomena perselingkuhan yang menimpa pegawai negeri sipil (PNS) di Karawang sebagaimana diduga dilakukan oleh AK dan NY, menurut akademisi lulusan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Surakarta, Neni Martini, adalah bentuk tindakan penyimpangan nilai atau norma dalam kesucian pernikahan yang telah masing-masing langsungkan sebelumnya. Terlepas itu sebagai urusan pribadi. “Terlebih kepada AK, karena seperti diketahui yang berasangkutan sebelumnya sudah pernah beristri bahkan lebih dari satu,” kata Neni, yang ditemui Kamis (7/1).
Menurut Neni, AK terlalu menganggap remeh pentingnya sebuah pernikahan, sehingga akhirnya dia berani menikah lebih dari satu kali. Bisa jadi karena yang bersangkutan memiliki kelebihan materi. Meskipun nantinya akan menikahi pasangan selingkuhanya (NY), kemungkinan seiring berjalannya waktu, tidak menutup kemungkinan ia akan melakukan hal yang sama terhadap wanita lain.
Sedangkan jika dilihat dari sosok NY sendiri, Neni tidak yakin jika NY berselingkuh karena soal materi. Itu bisa dilihat dari profesinya sebagai seorang bidan, belum lagi suaminya juga merupakan seorang PNS. “Bukan hanya faktor ekonomi saja yang memaksa wanita berselingkuh. Faktor terbesarnya adalah dari kurangnya perhatian dan kasih sayang dari pasanganya,” kata Neni.
Namun demikian, kata Neni, kembali lagi wanita itu tidak memiki pembenaran saat ia ketahuan selingkuh. Karena jika sudah menjadi perbincangan publik, dia akan berat menerima sanksi moral dan sanksi sosial dalam masyarakat. Berbeda dengan laki-laki, jika dia Muslim, bisa saja laki-laki itu beralasan perselingkuhannya untuk tujuan poligami, karena dalam hukum Islam hal itu memang diperbolehkan.
Neni menyhatakan, sangat berharap hal seperti itu (perselingkuhan) tidak menjadi budaya dan karakter yang melekat di kalangan dunia birokrasi. Karena patologi (penyakit) birokrasi itu sudah banyak. Jadi, jika terus-terusan ditambah dengan sesuatu yang negatif lagi, maka apalagi yang bisa dibanggakan dari sebuah profesi abdi negara itu.
Hanya saja, menurut Neni, mungkin kalimat SLI atau selingkuh itu indah telah berhasil menghinggapi semua elemen masyarakat tanpa kecuali. (cr1)