Dorong RDP serta Audit Dugaan Malpraktik RS Hastien – LBH Bumi Proklamasi dan FKUB Surati DPRD, Dinkes, Bupati Karawang

KARAWANG, Spirit — Kasus dugaan malpraktik medis yang menimpa Mursiiti (62), warga Kampung Pamahan RT 001/001, Desa Sumberurip, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, terus menuai perhatian publik. Perempuan lanjut usia tersebut meninggal dunia hanya beberapa hari setelah dipulangkan dari Rumah Sakit Hastin Karawang, tempat ia sempat menjalani perawatan medis. Meninggalnya Mursiiti diduga kuat akibat kelalaian tindakan medis, sehingga mendorong Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bumi Proklamasi bersama Forum Karawang Utara Bergerak (FKUB) mengambil langkah hukum dan advokasi serius.

Keduanya resmi telah melayangkan surat permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang. Melalui surat tersebut, LBH dan FKUB meminta Komisi IV DPRD Karawang yang membidangi urusan kesehatan agar segera memfasilitasi RDP terbuka dengan menghadirkan semua pihak terkait, termasuk manajemen RS Hastin, Dinas Kesehatan, dan keluarga korban.

“Kami tidak ingin meninggalnya Ibu Mursiiti berlalu begitu saja tanpa kejelasan. DPRD wajib memfasilitasi forum dengar publik agar semua fakta terungkap secara transparan dan bisa diuji secara hukum maupun etik,” tegas Muhamad Tubagus, S.H, praktisi hukum LBH Bumi Proklamasi.

Selain ke DPRD Karawang, LBH dan FKUB juga telah melayangkan surat resmi kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Karawang dan Bupati Karawang. Dalam surat itu, mereka mendesak pemerintah daerah untuk melakukan audit medis independen dengan melibatkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Majelis Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan (MDPTK).

“Kami ingin memastikan tidak ada lagi korban akibat kelalaian tenaga medis. Dinas Kesehatan harus mengambil langkah konkret, bukan sekadar klarifikasi sepihak dari rumah sakit,” ujarnya.

Menurut LBH, dugaan malpraktik bukan hanya pelanggaran etik profesi kedokteran, tetapi juga bisa dijerat secara hukum sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

“Apabila terbukti ada tindakan medis di luar prosedur standar (SOP), maka pihak rumah sakit dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana. Ini bukan kasus kecil,” tambah Tubagus.

Sementara itu, Syarif Husen, S.H, rekan seprofesi dari LBH Bumi Proklamasi, menilai kasus ini bukan hanya persoalan satu pasien, melainkan potret buram pelayanan kesehatan di Karawang. Ia menyoroti lemahnya pengawasan Dinas Kesehatan terhadap rumah sakit swasta maupun pemerintah yang dinilai menjadi faktor sistemik.

“Kasus ini membuka mata publik bahwa keselamatan pasien di Karawang masih belum menjadi prioritas. RS Hastin harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan Dinkes tidak boleh berdiam diri,” ujar Syarif Husen.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa jika DPRD Karawang tidak segera menindaklanjuti permohonan RDP tersebut, pihaknya akan membawa persoalan ini ke Ombudsman RI, Komnas HAM, hingga Majelis Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan (MDPTK) Indonesia.

“Kami tidak akan berhenti sebelum ada kejelasan dan tanggung jawab. Ini bukan hanya tentang Mursiiti, tapi tentang hak setiap warga untuk mendapat pelayanan medis yang aman dan manusiawi,” tegasnya.

Syarif juga menambahkan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) memiliki fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi dalam rangka peningkatan mutu praktik kedokteran di Indonesia. Oleh karena itu, LBH Bumi Proklamasi dan FKUB juga tengah mempertimbangkan untuk mendorong pengawasan langsung dari Komisi IX DPR RI yang membidangi sektor kesehatan. (ist/red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *