Yusuf Saputra Diproses Hukum, Puluhan Jurnalis Tolak Kriminalisasi Narasumber

KARAWANG, Spirit – Bentuk perlawanan terhadap proses hukum yang dianggap non-prosedural seorang narasumber sebuah pemberitaan, lebih dari 40 jurnalis dari berbagai media lokal dan nasional termasuk wartawan, pemimpin redaksi, hingga CEO nyatakan sikap tegas, menolak pemrosesan hukum narasumber. Mereka menggelar konsolidasi di Karawang pada Selasa (3/6/25) dan menyerukan pentingnya menjaga independensi pers dan perlindungan terhadap hak berpendapat warga negara.

“Ini bukan sekadar perkara hukum. Ini alarm keras bagi kemerdekaan pers dan keterbukaan informasi,” ujar Hartono alias Romo, jurnalis senior.

Penolakan ini juga didukung pernyataan tegas dari Nurdin Syam, CEO Lintas Karawang. Menurutnya, kriminalisasi terhadap narasumber dapat meruntuhkan keberanian masyarakat dalam mengungkap fakta.

“Jika berbicara kepada wartawan bisa dipenjara, maka tak ada lagi partisipasi publik. Fungsi kontrol sosial pers akan mati pelan-pelan,” tegasnya.

Para jurnalis mengingatkan bahwa Polri dan Dewan Pers telah menandatangani Nota Kesepahaman pada 9 Februari 2017 yang mengatur bahwa sengketa pemberitaan diselesaikan melalui Dewan Pers. Penerapan pidana dalam konteks pemberitaan dianggap menyalahi semangat perlindungan terhadap kebebasan berekspresi.

Sebelumnya, Yusuf Saputra, warga Desa Pinayungan, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, diseret ke meja hijau dengan tuduhan pencemaran nama baik seorang kepala desa berinisial E, usai memberikan pernyataan sebagai narasumber dalam sebuah pemberitaan media online tahun 2023.

Ironisnya, Yusuf tidak pernah membuat atau menyebarkan berita. Ia hanya menjawab pertanyaan wartawan secara terbuka.

“Saya hanya menyampaikan apa yang saya dengar dari pengacara perusahaan. Tidak ada niat menuduh siapa pun. Saya juga tidak pernah menyebut nama atau inisial,” kata Yusuf usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Karawang, Senin (2/6/25).

Meski demikian, Yusuf justru dijerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik melalui media elektronik, dengan ancaman hukuman penjara satu tahun dan denda Rp100 juta. Ia telah dipanggil empat kali oleh penyidik, dan langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa klarifikasi publik atau langkah mediasi efektif.

Sementara itu, kuasa hukum Yusuf, Simon, mengecam keras langkah pidana yang diambil aparat penegak hukum. Menurutnya, kasus ini murni sengketa pemberitaan yang semestinya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Yang dilaporkan narasumber, bukan media atau jurnalisnya. Ini jelas bentuk kriminalisasi yang mencederai prinsip keadilan dan logika hukum,” tegas Simon.

Terpisah, Humas PN Karawang, Hendra Kusuma Wardana, menyatakan sidang Yusuf masih berjalan dan kini memasuki tahap pembelaan.

“Kami menjamin proses sidang terbuka untuk umum. Putusan akan dibacakan setelah semua tahapan selesai,” ujarnya.

Kasus Yusuf Saputra kini bukan hanya menjadi perkara hukum biasa, tapi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan prosedural yang mengancam hak asasi warga untuk berbicara dan berpartisipasi dalam kehidupan bernegara. (rls/red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *