KARAWANG, Spirit – Atas dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Media RevolusiNews laporkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) ke Polres Karawang, Selasa (20/5/25).
Laporan tersebut dilayangkan menyusul penolakan Disnakertrans Karawang untuk memberikan salinan dokumen penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun anggaran 2022 dan 2023, yang sebelumnya telah dimohonkan secara resmi oleh Redaksi RevolusiNews.
Pimpinan Redaksi RevolusiNews, Marojak, menjelaskan bahwa pihaknya telah menempuh seluruh prosedur sesuai ketentuan perundang-undangan. Permohonan informasi tersebut bahkan telah bergulir ke Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat (KIP Jabar) dan diputuskan melalui mediasi, di mana Disnakertrans Karawang menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan dokumen dimaksud.
“Namun, pada saat Redaksi RevolusiNews mengirimkan surat pemberitahuan pengambilan dokumen pada 8 Mei 2025, Disnakertrans justru membalas dengan surat penolakan dan menyampaikan berita acara penutupan permohonan informasi publik (Nomor: 500.25/3362/SEKRT/2025). Penolakan tersebut dengan alasan bahwa waktu penyerahan dokumen telah melewati batas 14 hari sesuai putusan Komisi Informasi,” ungkap Marojak.
Padahal masih menurut Marojak, berdasarkan putusan Komisi Informasi Nomor: 1542/PTSN-MK.PA/KI-JBR/IV/2025 tertanggal 17 April 2025, batas waktu 14 hari dihitung sebagai hari kerja, sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 2 UU KIP. Jika dihitung secara objektif, hingga 8 Mei 2025 batas waktu tersebut belum terlampaui.
“Penolakan sepihak ini jelas bertentangan dengan isi putusan Komisi Informasi dan secara nyata mengabaikan kewajiban badan publik dalam memenuhi hak atas informasi,” tegasnya.
Ia juga menilai tindakan Disnakertrans sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip keterbukaan informasi publik, sekaligus penghalangan terhadap tugas jurnalistik.
“Atas dasar itu, kami melaporkan dugaan pelanggaran terhadap dua peraturan perundang-undangan. Pertama, Pasal 52 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menyatakan bahwa badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik dapat dikenai sanksi pidana paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp5 juta. Kedua, Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta,” jelasnya.
Marojak menegaskan bahwa permintaan dokumen salinan informasi publik kepada Disnakertrans murni sebagai bentuk upaya untuk melakukan kontrol sosial terhadap penggunaan anggaran DBHCHT.
“Permohonan salinan dokumen ini merupakan bagian dari upaya kami melakukan kontrol sosial terhadap penggunaan anggaran DBHCHT. Jika permohonan informasi publik seperti ini ditolak, bagaimana kami bisa menyampaikan informasi yang transparan kepada masyarakat? Kalau memang bersih, kenapa harus menolak?” pungkas Marojak. (ist/red)