KARAWANG, Spirit – Maraknya praktik pinjam pakai/sewa badan usaha (Bendera) pada pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa (PJB) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karawang Tahun Anggaran 2023 yang diduga menjadi salah satu penyebab robohnya proyek pembangunan jembatan di Dusun Lampean II, Desa Kedawung, Kecamatan Lemahabang membuat Pengurus DPP Ormas GMPI geruduk kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) untuk melakukan audensi, Selasa (1/8/23).
Dalam audensi yang digelar di ruang rapat Bidang Jembatan dan Jalan pada Dinas PUPR Karawang tersebut, Kelompok Sub-Substansi Jembatan pada Dinas PUPR Kabupaten Karawang, Julianto Agung Nugroho menjelaskan bahwa sampai saat ini pihaknya belum menemukan adanya kerugian negara akibat dari robohnya jembatan yang dibangun di Dusun Lampean II, Desa Kedawung, Kecamatan Lemahabang yang dilaksanakan oleh CV. Mitra Unggul Sejahtera.
“Jembatan ini secara SPK belum tiba saatnya untuk diserahterimakan, artinya kejadian itu masih dalam masa kontruksi dan belum ada pembayaran sama sekali, kami juga sudah berkonsultasi yang artinya sampai saat ini belum ada kerugian negara karena belum ada pembayaran sama sekali ke pihak pemborong dan tanggungjawab masih ada dipihak pemborong, itu yang pertama,” katanya.
Kemudian, ia juga menyampaikan secara teknis kejadian robohnya jembatan tersebut diakibatkan oleh bencana alam (Banjir) atau Force Majeure dan kondisi jembatan pada saat itu baru tiga hari dilakukan pengecoran. Meskipun begitu, dirinya akan tetap menelusuri lebih lanjut atas kejadian robohnya jembatan tersebut dan ia pun menegaskan bahwa atas kejadian tersebut belum ada kerugian negara.
“Saya juga mendengar dari bawah, kejadian ini karena ada banjir dan kondisi jembatan pada saat itu baru tiga hari dicor, artinya jembatan belum kuat karena umur minimal 28 hari dan memang pada saat itu masih ada esteger-esteger sempat terhalang ada air yang besar. Saya juga tidak akan membahas ini apakah itu force majeure atau nggak karena itu akan ditelusuri lebih jelas, tapi intinya disini saya berbicara kerugian negara belum ada,” ujarnya.
Meski begitu, pria yang akrab disapa Agung tersebut tak dapat membantah persoalan maraknya pinjam pakai/sewa badan usaha (bendera) yang terjadi di Dinas PUPR Karawang yang notabenenya sudah menjadi rahasia umum meskipun melanggar aturan ketentuan.
“Saya paham dinamika seperti itu, siapa yang dapat dan siapa yang mengerjakan. Betul, saya tidak memungkiri itu bukan satu dua cuma kan ibaratnya mungkin kalau kerjaannya bagus mungkin akan diabaikan, ini kebetulan ada roboh,” ungkapnya.
“Betul, secara aturan memang tidak dibenarkan, saya setuju itu, makanya saya akan menelusuri lebih lanjut ya, kalau pengakuannya sih kerjasama,” timpalnya.
Sementara itu, salah satu pengurus DPP Ormas GMPI, Sudar ‘Uday’ Sobarna, merasa tidak puas dengan jawaban dari hasil audensi yang disampaikan oleh Julianto Agung Nugroho Kelompok Sub-Substansi Jembatan yang mewakili Chris Priatno Kepala Bidang Jalan dan Jembatan pada Dinas PUPR Kabupaten Karawang, iapun tegas menyampaikan bahwa DPP Ormas GMPI Karawang akan segera melaporkan kejadian tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
“Jelas-jelas kejadian pinjam pakai/sewa badan usaha (Bendera) itu tidak dibenarkan secara aturan tapi kenapa pihak dinas terkait, selama ini diam-diam saja, sama sekali tidak berupaya untuk melakukan pencegahan. Sesuai aturan yang ada, baik peraturan LKPP maupun Keputusan Presiden hal ini tidak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Lebih jauh, dengan praktik pinjam pakai/sewa badan usaha (bendera) ini berarti telah ada perbuatan pemberian informasi yang tidak benar atau palsu dalam setiap dokumen kontrak yang dibuat oleh Dinas PUPR Karawang dan rekanan yang secara administrasi memiliki atau pemenang kontrak pekerjaan tersebut.
“Mungkin dinas mengetahui bahwa rekanan berkontrak ini memiliki kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, tapi apakah dinas mengetahui pelaksana di lapangan (pihak lain/peminjam badan usaha) ini memiliki kualifikasi itu?, Dan ini menjadi dasar kita menduga praktik pinjam pakai/sewa badan usaha (bendera) ini menjadi salah satu penyebab robohnya jembatan Lampean II itu,” Ungkapnya.
“Apalagi dalam pekerjaan ini, diketahui dalam audiensi tadi, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Kesepakatan (PPK) nya adalah orang yang sama. Ini harus menjadi perhatian APH agar hal yang serupa tidak kembali terjadi pada masa yang akan datang,” timpal Uday.
Diberitakan spiritjawabarat.com sebelumnya, praktik pinjam pakai/sewa badan usaha (bendera) yang marak di Kabupaten Karawang ini telah melanggar tiga ketentuan.
Pertama, melanggar prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa (PJB) sebagaimana diatur dalam Pasal 6-7 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 7 mengharuskan semua pihak yang terlibat PBJ mematuhi etika, termasuk mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara.
Kedua, melanggar larangan membuat dan memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan keterangan palsu, sesuai Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2019.
Dan yang ketiga, menabrak larangan mengalihkan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada pihak lain, sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.