KARAWANG, Spirit – Ratusan nelayan Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, korban pencemaran dampak kebocoran pipa sumur YYA-1 milik PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) beberapa bulan lalu, lakukan aksi demo di depan kantor Pemkab Karawang, Senin (20/1/2020).
Ratusan nelayan tersebut menuntut Pemkab Karawang terus mendorong PHE-ONWJ untuk bertanggungajawab dengan segera membayar kompensasi dampak tumpahan limbah milik Pertamina yang telah merugikan masyarakat dan lingkungan pesisir.
“Dampak dari kebocoran minyak itu kami menjadi tidak bisa melaut dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kami makan dari hasil ngutang ke bank emok,” ujar salah satu nelayan Pasir Putih, Masruin saat hearing bersama Pemkab Karawang.
Lebih lanjut Masruin mengeluhkan anjloknya hasil tangkapan rajungan saat ini, padahal menurutnya saat cuaca ekstrim yang terjadi saat ini merupakan musim rajungan dan biasanya para nelayan ranjungan panen.
“Namun karena terjadinya kerusakan lingkungan laut akibat dari kebocoran minyak tersebut, tidak ada rajungan lagi di sana sehingga pendapatan kami para nelayan anjlok dengan drastis,” jelasnya.
Dari kondisi tersebut Masruin dan teman-teman nelayannya meminta pihak PHE-ONWJ bertanggungjawab, dengan segera merealisasi kompensasi sepenuhnya dengan nilai yang sesuai.
Dalam aksi demo yang digelar tersebut, para nelayan Pasir Putih juga menyampaikan 3 tuntutan yang harus dipenuhi oleh PHE-ONWJ, berupa:
1. Meminta kompensasi sebesar Rp 150 ribu x 6 bulan x data nelayan Pasir Putih dan secepatnya dicairkan.
2. Dana CSR harus diberikan langsung ke nelayan Pasir Putih, karena saat ini CSR tidak jelas peruntukannya.
3. Alih fungsi nelayan Pasir Putih menjadi nelayan budidaya ikan jika penghasilan terus turun dengan jangka waktu yang lama.
Sementara itu VP Relation PHE-ONWJ, Ifki Sukarya mengatakan akan segera merealisasi kompensasi bersama Pokja Karawang dengan kondisi data yang diterima telah clear dan clean.
“Maksudnya kami telah mendapati data penerima telah valid tak lagi ada perbedaan NIK atau apapun antara KTP dan KK, karena itu bisa menghambat untuk mendistribusikan dana kompensasi melalui perbankan. Dari 10.271 penerima, sudah hampir 8.000 telah menerima dana kompensasi tahap awal dan sisanya terkendala oleh tidak validnya data penerima,” papar Ifki kepada Spirit Jawa Barat saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Senin (20/1/2020). (dar)