Supriyadi: Hasil Audit Polban tak Berdasar
KARAWANG, Spirit
Setelah sidang pertama dengan agenda pembacaan permohonan pihak pemohon, sidang pra peradilan atas permohonan Muhajir ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Damai Sentosa, tersangka kasus dugaan korupsi revitalisasi pasar tradisional Tanjungbungin dengan Dana APBN senilai 900 juta yang berasal dari Kementerian Koperasi dan UMKM tahun 2013 itu memasuki sidang hari ke dua dengan agenda pembacaan jawaban permohonan oleh termohon atau Kejari Karawang dan pembacaan Reflik oleh pihak pemohon, Jumat (19/1).
Dalam pembacaan Jawabannya kejari Karawang mengungkapkan dasar penetapan atas muhajir sebagai tersangka adalah sah menurut prosedur dan perundang-undangan, pasalnya masih menurut kejari dalam pembacaan jawabannya memiliki minimal dua alat bukti yang salah satunya adalah surat hasil audit forensik dan audit fisik yang dilakukan oleh tenaga ahli atas nama Iskandar, ST. MT. dari politeknik Negeri Bandung (Polban) dengan hasil audit adanya kerugian keuangan negara sebesar 176.706.000 atau di prosentase hasil pekerjaan hanya 81% dan telah melakukan ekspos atau gelar perkara.
Menanggapi hal tersebut Supriyadi, kuasa hukum Muhajir menjelaskan kepada Spirit Jawa Barat, Jumat (19/1) bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 4 tahun 2016, menurutnya tidak ada instansi yang berwenang untuk menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara kecuali Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan konstitusional.
“Instansi lainnya tetap memiliki kewenangan mengaudit tetapi tidak berwenang menyatakan atau men- declare adanya kerugian keuangan negara. Dan hasil audit dari Polban itu bertentangan dengan hasil audit BPK tertanggal 2 Maret 2014,” jelasnya.
Untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka lanjut Supriyadi, minimal harus ada dua alat bukti yang berkualitas, dan hasil audit dari Polban tersebut menurutnya tidak layak dijadikan alat bukti untuk menduga adanya tindak pidana dalam peristiwa revitalisasi pasar Tanjungbungin.
“Tidak ada kekuatan menurut kita, karena hasil audit Polban tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan adanya kerugian negara. Dan hasil audit polban dalam jawaban permohonan oleh kejari itu ada dua versi kerugian negara,” tegasnya.
Dirinya pun mempertanyakan kapan audit tersebut dilakukan dan mempertanyakan metode yang digunakan pihak Polban dalam mengaudit secara fisik terhadap pembangunan pasar Tanjungbungin.
“Karena pemohon tidak pernah diundang untuk hadir dalam audit tersebut untuk menunjukan mana objek yang akan diaudit. Bisa saja mereka salah objek untuk diaudit, dan seharusnya kegiatan audit itu dihadiri pihak jaksa, yang teraudit pihak KSU Damai Sentosa, dan auditor,” tambahnya.
Masih menurut Supriyadi terkait gelar perkara atau ekspos yang telah dilakukan Kejari Karawang iapun menjelaskan itu adalah tahapan formil dan bukan syarat materil dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
“Tahapannya kan harus ada Laporan dulu, lalu gelar perkara atau ekspos dan seyogyanya dalam melakukan gelar perkara tersebut calon tersangkapun harus di ajak,” pungkasnya. (dar)