KARAWANG, Spirit
Sekalipun sudah mendapat kucuran dana cukup besar pada tahun anggaran 2015, akan tetapi penataan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Jalupang di Desa Wancimekar Kecamatan Kotabaru, Karawang, hingga saat ini belum menunjukkan hasil. Selain itu, meski tahun aggaran 2015 sudah berakhir, tampak masih ada kegiatan proyek.
Seperti diketahui, sebelumnya pihak Dinas Cipta Karya (DCK) Karawang di awal tahun 2015 telah bertekad melakukan perubahan sistem pengelolaan sampah. Bahkan, dalam beberapa tahun anggaran, TPAS Jalupang memperoleh alokasi anggaran dari APBD cukup besar. Tercatat, pada APBD tahun 2015, total anggaran untuk TPA Jalupang sebesar Rp 23,587 miliar dengan rincian anggaran untuk IPLT sebesar Rp 2,969 miliar, anggaran untuk penataan TPAS sebesar Rp 19, 939 miliar dan anggaran penurapan sebesar Rp 679,887 juta.
Menurut pengamatan Spirit Karawang di lapangan, kucuran dana yang besar belum mewujudkan hasil sesuai proyek yang digarap. Misalnya sampai saat ini pengelolaan sampah di TPAS Jalupang masih menggunakan sistem dibuang terbuka (open dumping). Dalam sistem tersebut sampah dibuang begitu saja ke lokasi pembuangan akhir tanpa ada perlakukan apapun. Sehingga, dampak pencemaran lingkungan atau air tanah sangat tinggi.
Membuang sampah dengan sistem open dumping termasuk katagori “primitif” tidak jauh beda dengan cara dibakar. Di TPAS Jalupang juga tidak dipasangi cerobong pembuangan gas metan sehingga bisa membahayakan. Kondisi Jalupang yang tidak dikelola secara baik menimbulkan reaksi dari pengamat lingkungan.
“Model pengelolaan sampah open dumping harus segera ditinggalkan, karena berpotensi tinggi terhadap pencemaran air tanah. Polutan sampah bisa meracuni kadar hara dan ini harus diubah,” ungkap Ketua Ormas Oi Karawang, Benny Lukman saat ditemui Spirit Karawang, Minggu (21/2).
Menurut BL, sapaan akrab Benny Lukman, kondisi TPAS Jalupang sebetulnya sudah menuju pada controlled landfill (sampah ditata lalu ditutupi tanah, red). Di lokasi tersebut sudah tersedia beberapa instalasi dan perangkat alat berat untuk meratakan tumpukan sampah. Namun, sampai saat ini hal itu tidak dilakukan secara maksimal.
“Sampai saat ini, belum semua fasilitas berjalan. Drainase untuk air hujan saja masih dikerjakan. Alat beratnya pun hanya meratakan dan tidak melakukan penimbunan sampah. Jadi Jalupang ini baru menuju controlled landfill,” imbuhnya.
Ditambahkan dia, pengelolaan sampah terkait ekspedisinya dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) masih belum berubah. Kendaraan truk pengangkut sampah seharusnya kata dia, masuk ke lokasi TPAS Jalupang saat fajar atau sebelum terbit matahari. Hal itu dilakukan agar tidak menggangu aktivitas dan pencemaran lingkungan jalan raya.
“Kalau truk sampah baru masuk jam 09.00 atau bahkan jam 12.00 siang, pasti mengganggu. Baunya saja menyengat, apalagi saat musim hujan seperti ini, rembesan air sampah (lcit) bisa berceceran di jalanan,” tandas BL.
Dia berharap, Dinas Cipta Karya melalui Bidang Kebersihan dan Pertamanan harus melakukan perubahan yang progresif dalam pengelolaan sampah. Terlebih lagi, kata BL, dalam beberapa tahun terakhir alokasi anggaran di tahun 2015 cukup besar. “Alokasi anggaran yang sampai kurang lebih Rp 20 miliar untuk apa. Harusnya ada perubahan yang signifikan dong,” kata BL lagi.(top)