Perilaku Sadis dan Murahnya Nyawa

SEBUAH berita yang membuat bulu kuduk berdiri tersiar hari ini. Pembunuhan keji  kembali terjadi di Karawang. Kali ini menimpa Mariah (63) yang dibunuh keponakan sendiri Can alias Okem, di rumahnya di Kampung Krajan 1 RT 06 RW 02 Desa Lemahabang, Kecamatan Lemahabang. Korban mengalami luka tusuk sebanyak 32 tusukan yang membuat korban tewas  saat dilarikan ke rumah sakit. Usai membunuh pelaku langsung melarikan diri dan saat ini sedang diburu petugas kepolisian. Pembunuhan itu terjadi ketika pelaku berniat mencuri motor di rumah bibinya Senin (1/2) pukul 03.00 WIB.

Merenungkan kejadian sebagaimana dipaparkan di atas, kita semakin yakin di Karawang ada kondisi sosial yang sakit dan  perlu segera diobati. Mengapa demikian, mengingat peristiwa sadis ini berulangkali terjadi. Seseorang bisa berbuat sadis tidak serta merta muncul dengan sendirinya.  Dipastikan ada sebuah pengalaman hidup yang kemudian membentuknya sehingga memiliki karakter dan perilaku tidak terkendali. Kemudian sumber pembentuk inilah yang seharusnya segera diobati. Apakah itu karena dilatari kondisi di keluarga, lingkungan, atau oleh faktor pendorong lainnya.

Can, demikian inisial terduga pelaku pembunuh sadis terhadap bibinya itu, jika tidak memiliki  latar belakang yang membentuk perangainya,  mana mungkin dia begitu mudah melukai dengan 32 tusukan. Atas fakta demikian, polisi sementara menduga ada motif lain di balik ingin mencuri motor. Boleh jadi ada unsur dendam. Orang-orang yang mudah meledakkan rasa dendam  adalah mereka yang tak mampu memenej sifat-sifat emosionalnya. Mereka tak mampu mengendalikan rasa amarahnya karena tidak memiliki pengalaman bersentuhan misalnya dengan kasih sayang. Mungkin saja ia  menderita traumatik akibat kekerasan selama perjalanan hidupnya. Nah, kondisi-kondisi yang membentuk seseorang dengan mudah bertindak sadis inilah yang perlu diperbaiki.

Persoalan lain yang tak kalah penting untuk kita renungkan, yakni begitu “murahnya”  harga nyawa belakangan ini. Apabila benar terduga pembunuh sadis ingin menguasai motor, jadinya nyawa ternyata hanya seharga motor bekas. Begitu pula dengan perampok bersenjata yang membunuh karena semula ingin mencuri motor, dia sudah menganggap nyawa itu tidak berharga. Padahal seperti terungkap dalam kasus penjualan organ tubuh, satu ginjal saja bisa berharga ratusan juta rupiah. Di pasar gelap luar negeri bisa miliaran rupiah. Sementara nyawa tak bisa diperjualbelikan.

Fenomena pembunuhan sadis ini sudah sepatutnya menjadi perhatian semua pihak. Tidak semata para penegak hukum yang harus bekerja, namun justru akar permasalahan timbulnya perbuatan itu yang harus diperbaiki. Akar masalah ada di tengah masyarakat. Oleh karenanya semua komponen masyarakat harus bahu membahu Ikut menangani kondisi sosial yang tengah sakit ini. Sebab bagaimanapun kita dalam berkehidupan membutuhkan suasana aman dan nyaman. Budaya saling asah, saling asih, dan saling asuh perlu dihidupkan terus, sebagai fondasi saling mengasihi. Sifat itulah yang bakal bisa meredam rasa marah apalagi sadis.***  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

RSS
Follow by Email