JAWA BARAT, Spirit – Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menjadi satu-satunya solusi yang diambil pemerintah untuk melanjutkan kegiatan belajar mengajar (KBM) sejak terjadinya pandemi COVID-19. KBM secara daring ini pun masih akan terus berlanjut pada tahun ajaran baru 2020-2021 ini.
Timbul kekhawatiran di masyarakat terkait PJJ ini. Lantaran kurikulum Indonesia dibangun berdasarkan azas tatap muka di sekolah, bukan daring. Muncul pula berbagai pertanyaan tentang PJJ ini. Efektifkah PJJ? Bagaimana sarana prasarananya? Siapkah gurunya? Lantas, ke depan, akan seperti apa dunia pendidikan Indonesia pascapandemi COVID-19 ini?
Politisi PKS Ir H Abdul Hadi Wijaya M.Sc pun menyampaikan kendala yang dialami beberapa sekolah saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Garut, tepatnya di Garut Selatan, beberapa waktu lalu.
“Di awal pandemi, saat menggelar KBM secara daring, dari 300 siswa yang dimiliki sekolah tersebut, hanya 30 – 40 siswa saja yang hadir,” ujar Anggota DPRD Jawa Barat yang akrab disapa Gus Ahad ini melalui rilisnya, Rabu (15/7/2020).
Dengan data dari Garut Selatan tersebut, sambung Gus Ahad, terlihat jika efektivitas kehadiran siswa lewat pendidikan daring sangat rendah.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar ini pun menjelaskan, ketika berbicara tentang pendidikan daring atau PJJ, pemerintah perlu menyiapkan terlebih dahulu sarana dan prasarananya.
“Saya mendengar ada pengadaan gadget untuk siswa SMA, SMK, SLB Negeri se-Jawa Barat yang keseluruhan jumlahnya ada 1,9 juta siswa. Lalu, dari mana anggaran pengadaan gadget itu,” kata Gus Ahad.
Kalau pun dapat terpenuhi setengahnya saja dengan anggapan 50 persen siswa sudah punya gadget, kata Gus Ahad, tetap saja anggarannya tidak mencukupi. “Seluruh anggaran habis untuk penanganan COVID-19,” ujar pria berkacamata yang dikenal tegas namun murah senyum ini.
Tak sampai di situ, Legislator asal Dapil Karawang – Purwakarta ini pun melanjutkan, setelah gadget tersedia lalu bagaimana dengan pulsanya. “Memang ada dana BOS, namun kalau itu dibagikan untuk beli pulsa juga tidak akan mencukupi,” kata Gus Ahad.
Belum lagi masalah sinyal, lanjut Gus Ahad, sebab masih banyak daerah di Jawa Barat yang jangkauan sinyal komunikasinya buruk, bahkan masuk dalam kawasan blankspot. Seperti Karang Pawitan, Cikalong, Cidaun, dan Tegal Buled.
“Terkait pengadaan ini merupakan PR nomor satu. Kemudian PR nomor dua adalah siap tidaknya guru mengajar siswa dengan metode daring. Terlebih guru yang memahami pedagogi (cara dan strategi mengajar) tahu benar perbedaan belajar secara tatap muka dengan daring,” ujarnya.
PR nomor tiga menurut Gus Ahad adalah kurikulum. Sebab kurikulum pendidikan di Indonesia tidak disiapkan untuk COVID-19. “Pandemi COVID-19 itu tanpa rencana. Ini Takdir Allah, tiba-tiba diujikan. Kurikulum kita bukan untuk PJJ, jadi bila sekarang PJJ, harus diubah kurikulumnya,” katanya tegas.
Dengan beberapa PR tadi, Gus Ahad menyebutkan, Indonesia khususnya Jawa Barat, saat ini tengah menempuh masa-masa sulit. Akan ada penurunan pada tingkat efektivitas KBM.
Untuk itu pula, Gus Ahad mengajak para ahli untuk berpikir dan duduk bersama guna membahas permasalahan ini. Mulai dari akademisi, praktisi, politisi, eksekutif, hingga dinas terkait.
“Ini PR bersama. Harus dicari solusinya. Termasuk untuk pembiayaan pendidikan, formulanya juga harus ada. Sebab, banyak masyarakat yang terdampak COVID-19 ini, bahkan tak sedikit pula melahirkan orang miskin baru,” ucapnya.
Terlebih di sekolah swasta, sekarang ini mayoritas tak punya pendapatan, karena muridnya tak masuk. “Ya, nggak masuk ngapain bayar, kan gitu. Sekolah negeri masih mendinganlah, gurunya masih bisa digaji, negara,” katanya.
Dengan banyaknya orang miskin baru, berarti akan ada juga anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah alias drop out. Itu, berarti, nanti akan ada penurunan angka serapan kotor, angka serapan murni, selain itu ada juga angka lama sekolah.
“Variabel-variabel itu pasti menurun. Jadi ini PR berat, Pak Kadis (Pendidikan). dengan segala hormat saya sampaikan, bapak punya PR sangat berat. Kami juga di DPRD tengah membahas untuk mencarikan solusinya,” katanya.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat juga, kata Gus Ahad, sudah harus membuat langkah-langkah awal, yaitu perumusan anggaran. Itu pun jangan menggunakan rumusan APBD yang sebelumnya.
“Silahkan, bola ada di sana, kami menunggu. Kami juga belum dapat draf dari APBD Perubahan bagaimana. APBD Murni, seperti apa. Yang jelas sekarang, APBD yang dialih-alihkan, dengan dalih COVID-19 ini pun, secara kasual juga lampu merah,” ucapnya. (ist/dar)