Oleh: Wahyu Anggara, SH*
Fenomena perkara penistaan agama yang dilakukan Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang ramai menjadi perbincangan dan telah divonis, rupanya berimplikasi sangat luas di Indonesia. Tak terkecuali di Karawang, kota penyangga ibukota yang kultur sosialnya tak berbeda jauh dengan Jakarta yang heterogen.
Beberapa saat yang lalu, publik Karawang dihebohkan dengan dilaporkannya Aking Saputra yang dituding melakukan perbuatan yang hampir serupa dengan Ahok.
Aking Saputra telah mengunggah beberapa status di media sosial facebook yang mencederai perasaan umat islam, hingga berakhir dengan pelaporan yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Karawang (FMK).
Meskipun Aking Saputra sudah menghapus akun facebook-nya, proses hukum tetap berjalan hingga kemudian Aking ditetapkan menjadi tersangka sesaat setelah Kepolisian Resort Karawang memeriksa 19 orang saksi, menyita alat bukti, memeriksa terlapor, & melakukan pemeriksaan melalui Laboratorium Forensik di Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi (kemenkominfo) Republik Indonesia. Tentunya perjalanan panjang tersebut merupakan proses hukum (law enforcement) yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam penanganan perkara agar tercapainya due process of law.
Namun ada yang disayangkan ketika Aking Saputra telah ditetapkan sebagai tersangka, hingga kini Polres Karawang belum juga melakukan penahanan kepada tersangka.
Pertanyaannya, perlukah Aking Saputra ditahan? Mengapa Aking tidak ditahan?
Pertanyaan itu bagi saya sangat menggelitik, untuk kemudian mengkaji law in action dalam perkara ini. Apakah proses hukum yang sudah berjalan saat ini telah memberi rasa adil terhadap korban? Padahal sebagaimana yang kita ketahui, tujuan akhir penegakan hukum adalah memberikan rasa adil kepada para pencari keadilan.
Mengutip dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 21 ayat 1 tentang syarat subjektif dilakukannya penahanan, menyatakan :
“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”
Dalam menyikapi implementasi penegakan hukum acara dalam pasal tersebut, sudah barang pasti diketahui bahwa aking saputra telah menghapus akun facebook-nya, hingga tidak bisa diakses oleh orang lain.
Maka menurut saya, tentu ini sudah memenuhi unsur klausul menghilangkan salah satu barang bukti. Secara garis besar, syarat subjektif dilakukannya penahanan seharusnya sudah terpenuhi meskipun pada akhirnya hal ini merupakan kewenangan dari keyakinan penyidik.
Kemudian, mengacu pada pasal 21 ayat 4 KUHAP tentang syarat objektif dilakukannya penahanan, menyatakan bahwa :
“Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.”
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa Aking diduga telah melanggar pasal 156 KUHP dan Pasal 156 a KUHP dan atau Pasal 45 a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang pada umumnya memuat ancaman 5 tahun atau lebih.
Atas dasar aturan yuridis tersebut dan fakta-fakta hukum yang ada, seharusnya Kepolisian Resort Karawang dapat melakukan penahan terhadap tersangka karena syarat subjektif dan objektif dilakukan penahanan telah terpenuhi. Terlebih lagi pihak kepolisian perlu mempertimbangkan implikasi dan resiko yang ada apabila kepolisian menunda-nunda untuk menahan tersangka karena perkara ini seperti bom waktu yang siap bergejolak kapan saja hingga pada akhirnya mengganggu kondusifitas Kabupaten Karawang.
Masyarakat tentunya telah banyak menaruh harapan, mempercayakan, dan menjadikan hukum sebagai panglima. Tinggal sejauhmana, Polres Karawang sebagai penegak hukum menjawab harapan masyarakat dengan penegakan hukum yang seadil-adilnya. “Fiat Justitia Ruat Coeleum ”
*Ketua Lembaga Bantuan Hukum Laskar Merah Putih