KARAWANG, Spirit
Puluhan ribu penghuni kompek perumahan yang ada di Desa Bengle, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang mengeluhkan lambannya proses pengalihan aset yang dilakukan oleh pengembang ‘nakal’ kepada Pemkab Karawang. Akibatnya, warga merasa rugi lantaran fasilitas umum (fasum) dan Fasilitas Sosial, yang disediakan pengembang, terbengkalai tak dapat dikelola oleh pihak Desa setempat.
Hampir 8 komplek perumahan berderet disebagian wilayah Desa Bengle, Kecamatan Majalaya. Namun, para konsumen atau penghuni komplek perumahan merasa diabaikan oleh pihak pengembang yang terkesan malas melakukan penyerahan aset kepada Pemkab.
Kepala Desa Bengle, Lia Amalia, mengakui lambatnya pihak pengembang menyerahkan aset fasos-fasum perumahan yang berada di wilayhnya kepada Pemkab. Padahal, pihaknya sudah berulang kali mendorong pihak pengembang untuk segera memprosesnya.
“Para developer ini hampir semua nakal. Ada 8 perumahan di Desa saya, dari yang tertua hingga yang termuda belum juga diserahterimakan ke Pemkab. Rata-rata alasannya masih dalam tahap pengembangan. Nyatanya, ada juga yang sudah berhenti bahkan meninggalkan proyeknya begitu saja. Yang repot pihak Desa yang menjadi tumpahan kekesalan warga,” ujarnya, saat ditemui saat kerja bakti pembersihan area Pemakaman di Dusun Wagir, Desa Bengle, Kecamatan Majalaya, Minggu (19/3).
Menurutnya, Pemerintah Desa Bengle merasa berjalan sendiri ketika masyarakat menuntut diserah terimakan.Karena pengembang sudah tidak ada ditempatnya lagi alias kabur, dan bagian aset tidak melakukan jemput bola, bahkan dinas terkait seolah menutup mata ketika masalah tersebut disampaikan.
“Ini terbukti dengan tidak adanya kejelasan kapan perumahan tersebut diserah terimakan ke Pemkab,” kesalnya.
Terungkapnya permasalahan tersebut saat ia bersama aparat Desa Bengle seringkali menjadi lumbung keluhan warga perumahan, saat mendatangi berbagai kegiatan yang diadakan warga. Tak jarang, program Desa terkait kependudukan yang hendak di sampaikannya, selalu berujung pada penjelasan permasalahan penghuni perum.
“Seminggu ini saya selalu diundang meminta penjelasan perihal hak warga. Selain masalah kependudukan, karena mayoritas penghuni perum itu pendatang, masalah keluhan tidak perbaikan Sarana fasum dan fasos perumahan lah yang paling menyita waktu. kadang sampai dinihari kami berdiskusi. Tapi bagaimanapun juga tekanan warga ke Desa, kalau pengembang belum menyerahkan aset ke Pemkab, ya kami pun tak bisa berbuat apa apa,”katanya.
Sementara, Arif Priyono, salah seorang perwakilan warga Perum Bumi Melati Asri (BMA) mengatakan,ia pun merasa lelah, saat mengadu kepada pihak Desa, ternyata tak hanya komplek perumnya saja yang dianaktirikan pengembang. Padahal, kata dia, menurut Perda nomor 9 tahun 2009 tentang penyerahan sarana, prasarana, dan utilitas, perumahan dan permukiman tertulis, selama satu tahun pengembang harus sudah menyerahkan kepada Pemkab.
“Perum BMA sudah jalan 2 tahun belum juga serah terima aset ke pemkab, Citra Swarna, Graha, bahkan CKM juga yang sudah belasan tahun belum juga ada diserahkan. Kami seperti konsumen yang beli kacang goreng, sudah kami beli ditinggal begitu saja oleh pengembang. Padahal, saluran air, jalan perumahan, masih perlu perbaikan. Tapi pengembang seolah abai, padahal kami sudah ajukan permohonan,” katanya. (dit)