KOTA BEKASI, Spirit
Trotoar sejatinya milik pejalan kaki. Fasilitas umum (fasum) yang memiliki fungsi sebagai tempat memanjakan para pejalan kaki agar leluasa berjalan dan terhindar dari kecelakaan. Kepemilikan trotoar sebagai fasum jelas tercantum dalam Undang-undang Lalulintas dan Angkutan Jalan (UULAJ) Nomor 22 Tahun 2009. Sayangnya, penerapannya acapkali dilanggar oleh berbagai pihak dengan berbagai kepentingan.
Salah satu pelanggaran dilakukan juga terkait pembangunan Trans Park. Lokasi yang berbatasan dengan wilayah Kota Bekasi-Jakarta serta Depok sepertinya dimanfaatkan dengan pelanggaran-pelanggaran. Secara kasat mata sangat jelas tampak trotoar yang dibongkar meski itu milik publik. Trans Park hanya memikirkan kepentingan sendiri tanpa mempedulikan keselamatan masyarakat sama sekali.
Pernah diprotes masyarakat dengan dipasang puluhan spanduk protes sebagai upaya menolak keberadaan “Trans Park” di Cibubur Alternatif berbatas Kota Bekasi. Proyek pembangunan tersebut berdampak pada kebisingan, kemacetan, tebaran debu menyesakkan serta gumpalan tanah yang licin di jalan raya sehingga membahayakan pengguna jalan termasuk rusaknya trotoar sebagai infrastruktur warga yang dibangun dengan uang negara..
Ironisnya, menurut salah seorang pekerja dari PT Wijaya Karya (Wika), protes masyarakat hanya dilakukan oleh segelintir warga yang tergabung dalam sebiuah komunitas.
“Mereka Kelompok Peduli Lingkungan yang mengkritisi pembangunan Trans Park. Mereka mengatakan bahwa warga selama ini tak pernah izinkan pembangunan Trans Park di Cibubur Alternatif, dengan alasan bermacam-macam seperti debu, berisik dan lain-lain, tapi sudah ada negosiasi,” katanya kepada Spirit Jawa Barat, Senin (14/8)..
Terkait dengan hal itu, dirinya yang juga mengaku bekerja sebagai anak buah Project Manager (PM) menyayangkan apa yang dilakukan warga. Bahkan dirinya berdalih semuanya sudah kondusif. “Clear sudah masalahnya. Nggak ada persoalan dengan warga, semua selesai dirundingkan,” ujarnya saat ditanya Spirit Jawa Barat.
Nyatanya, hasil penelusuran, pembangunan tersebut masih menyisakan tanda tanya. Proyek yang ditangani Wijaya Karya (Wika) ternyata banyak menuai permasalahan. Amdal lalu lintas yang ternyata tidak dimiliki sebagai rekomendasi pembangunan Trans-Park kini disoal masyarakat. Kemacetan yang terjadi membuat rasa kecewa pengguna jalan terkait dengan terus berjalannya proyek yang di dalamnya meliputi Trans Studio, juga hotel yang terintegrasi dengan beberapa sarana permukiman ekslusif yang dikelola grup bisnis TRANS TV.
Faizal, salah seorang warga Kranggan Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi mengatakan pembangunan Trans Park belum memiliki rekomendasi yang jelas. “Proses yang selama ini dilakukannya jelas mengganggu aktivitas masyarakat. Apalagi di lokasi strategis berbatas beberapa wilayah Kota Bekasi, Jakarta Timur bahkan Bogor seharusnya pembangunannya lebih rapi. Tapi yang terjadi sebaliknya, jalanan berdebu saat mereka melakukan pemancangan pondasi bahkan tanah yang berantakan di jalanan semakin menandakan mereka tak peduli lingkungan,” kata Faizal.
Rekomendasi yang seharusnya sudah ada, lanjut Faizal, banyak yang belum dikantongi oleh Trans Park dan pelanggaran regulasi terkait Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012.
Pantauan di lapangan justru yang terjadi pembangunan yang terus berjalan meski safety line tak nampak. Lantas di depan kantor marketing Trans Park yang juga lokasi pembangunan itu para penebar brosur Trans Park makin menambah keruwetan dengan berusaha memberikan promosi kepada para pengendara yang melintas. Tanah berantakan, debu tanpa air siraman dan pembiaran itu dilakukan. Anehnya pengelola proyek TransPark seperti tak mengantisipasi hingga tak ayal lagi merusak estetika lingkungan sekitarnya. (kos)
