JAKARTA, Spirit – Supriyadi, kuasa hukum terdakwa dugaan korupsi Bank Mandiri Rony Tedy, menilai rencana jaksa yang akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) tidak tepat. Menurutnya, PK hanya dapat diajukan oleh terdakwa dan ahli warisnya sesuai dengan pasal 263 KUHAP.
“Kesimpulannya, Peninjauan Kembali (PK) tidak dapat diajukan oleh penuntut umum. Berkaitan dengan putusan Sdr. Rony Tedy yang putusannya adalah putusan bebas (vrijspraak), jelas-jelas sudah dikecualikan tidak boleh diajukan Peninjauan Kembali,” jelasnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (05/10).
Menurut Supriyadi, karena Pasal 263 ayat (1) KUHAP hanya menyebutkan terdakwa atau Ahli warisnya yang dapat mengajukan PK dan tidak menyebut Jaksa atau pihak lain yang berhak mengajukan PK, maka dipandang sebagai larangan pengajuan PK bagi Jaksa atau pihak lain.
Diketahui bersama, kasus ini bermula saat Direktur PT Tirta Amarta Bottling (TAB) Rony Tedy mengajukan kredit ke Bank Mandiri CMB Bandung. Jaksa menyebut Rony Tedy memalsukan laporan keuangan dengan seolah-olah memiliki aset dan piutang mencapai Rp 1,1 triliun sehingga dia mengajukan kredit pada 2008-2012 dan mendapatkan kucuran Rp 1,8 triliun.
Terkait perkara ini, Mahkamah Agung memvonis bebas Rony Tedy dan 6 terdakwa lainnya. Belakangan, Jaksa berencana mengajukan Peninjauan Kembali terhadap putusan Mahkamah Agung tersebut.
Lebih lanjut, Supriyadi mengaku belum menerima putusan MA terkait vonis bebas kliennya. Dirinya menilai, putusan, cara mengadili, dan pertimbangan hukumnya telah tepat. Sehingga, tidak ada alasan untuk menjatuhkan pidana.
“Menurut saya putusan dan cara mengadilinya, pertimbangan hukumnya sudah tepat, karena memang Kerugian Negara Tidak terbukti dan Yang paling penting digaris bawahi tidak ada perbuatan melwan hukum dalam proses kredit tersebut, sehingga tidak ada alasan mempidana orang, siapun orangnya,” imbuhnya.
Jika jaksa berkeras mengajukan PK, menurut Supriyadi, tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan. Pasalnya, tindakan tersebut berarti menggunakan biaya negara untuk keperluan yang jelas telah dilarang Undang Undang yang berlaku.
“Itu menghambur-hamburkan biaya saja. Toh nanti MA akan menolak dengan alasan yang saya sebut tadi,” pungkasnya. (rls)