Kritik Sosial dalam 70 Seniman Subang 

SUBANG, Spirit – GORESAN-GORESAN tinta tampak indah dipandang. Namun, saat dicerna lebih dalam timbul rasa miris. Pada era modern, saat kompor sudah berubah dari minyak tanah ke gas, masih ada seorang perempuan yang masih menggunakan tungku untuk memasak.

Itu merupakan salah satu dari puluhan lukisan yang dipamerkan 20 seniman perupa Kabupaten Subang. Sejak Senin (9/5) mereka memamerkan karya-karya mereka, di Gedung Panca Bakti, yang syarat dengan tema, mulai tema yang bermuatan pesan kritik sosial, hingga pesan humanis.

“Ada 70 lukisan hasil karya 20 pelukis lokal yang dipamerkan di gedung ini. Kami bersyukur, dalam dua hari, pameran ini mendapat respon baik dari para penikmat seni,” kata Sugandhi, seniman sekaligus pengurus Komunitas Seni Lukis Subang (KSLS), kepada Spirit Jawa Barat, Rabu (11/5).

Cat minyak serta media lainnya, digoreskan di kanvas. Tema lukisan yang diangkat dalam goresan-goresan cat kanvas pun, tampak cukup beragam. Namun, kuat didominasi tema-tema sosial, yang menggambarkan kehidupan dan perilaku manusia.

Begitu pula dengan obyek yang diangkat beragam, mulai dari pemandangan alam, sarana ibadah (mesjid), anak-anak kecil, kamar mandi, hingga alat musik angklung. Tapi, obyek berupa “wanita muda cantik” tampak mendominasi sajian beberapa karya lukisan.

Hal ini, tampak dalam sejumlah lukisan yang beejudul “Nguliat”, “Termenung”, “Doger”, “Tengadah”, “Lugu”, “Toilet”, “Pagar Ayu”, “Bibir”, “Brukat”, dan “Batik”. Semua lukisan yang hasilnya tampak apik tersebut, menggunakan obyek “wanita muda nan cantik”.

Yang menarik, meski banyak mengeksplor wanita sebagai obyek seni, temanya sangat dekat dengan perilaku humanis sehari-hari. Bahkan, ada yang mengangkat tema lokal khas Subang, yakni batik.

“Ada dua lukisan yang secara khusus mengangkat tema atik, yakni ‘Batik 1’ dan ‘Batik 2’. Ini batik khas Subang, kami coba mengangkatnya dalam karya seni lukis, agar kian eksis,” tambah Sugandhi.

Tema lain yang menonjol dalam pameran ini, yakni, kritik sosialnya yang cukup kental, baik terhadap pemerintah maupun fenomena degradasi moral di kalangan generasi muda. Hal ini, terungkap dalam lukisan seorang nenek tua renta nan miskin dan lukisan tiga anak kecil yang sedang menonton (diduga) “tayangan cabul” dalam sebuah ponsel android, yang bertema “Pembodohan Regenerasi”.

“Lukisan-lukisan ini, mencerminkan belum adanya keberpihakan yang maksimal dari otoritas kekuasaan terhadap kaum miskin. Dan, khusus lukisan anak-anak kecil, menggambarkan fenomena dekadensi moral yang kian parah, hingga di kalangan generasi bangsa. Ini harus jadi perhatian pemerintah, untuk mencari solusi menyelamatkan anak-anak bangsa dari kebobrokan,” ujar Sugandhi.

Ia pun bertekad, akan mengembangkan dan menularkan kreativitas seni lukis ini di kalangan generasi muda. “Kami ingin mengembangkan bakat dan potensi lukis sejak dini, di kalangan anak-anak dan generasi muda kita. Pelatihannya gratis.”.

Seorang pengunjung, Usep Husaeni, mengapresiasi hasil karya para seniman lukis ini. Dia menyarankan, Pemkab Subang, membangun galeri seni tersendiri, untuk mewadahi dan memfasilitasi kreatifitas para seniman lokal.

“Supaya pameran seni enggak harus ‘numpang’ di tempat orang. Toh, Subang kan belum punya galeri seni sampai sekarang. Sementara, para seniman ini punya banyak ide, kaya akan gagasan, untuk Subang lebih baik. Bahkan yang saya dengar, beberapa dari lukisan ini, juga sempat memperoleh penghargaan dari Singapura dan diikutkan dalam berbagai pameran di sejumlah daerah di Indonesia,”ujarnya.

Wakil Bupati Subang, Imas Aryumningsih, menyebut, selain merupakan wadah ekspresi para seniman, karya seni lukis juga dapat menjadi sarana ekonomi kreatif yang mampu menunjang kesejahteraan hidup, baik bagi pembuatnya maupun masyarakat umum lainnya.

“Karenanya para seniman supaya bekerjasama dengan Dinas Koperasi UMKM, melalui lembaga PLUT (Pusat Layanan Usaha Terpadu), dalam memasarkan karya seninya. Kreatifitas melukis ini berhubungan erat dengan potensi ekonomi. Jadi, mereka bisa bergabung dengan PLUT untuk menyimpan dan memasarkan karyanya di sana,” kata ujar Imas.

Menjelang siang, suasana pameran semakin ramai, bahkan para siswa SMP pun banyak yang datang untuk sekadar melihat pameran lukisan. Informasi dari pengelola pameran, puluhan karya lukisan tersebut dipatok dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 15 juta.(agus eko/spirit jawa barat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *