KARAWANG, Spirit
Sekeretaris Jendral (Sekjend) LSM Kompak Reformasi, Pancajihadi Al Panji menduga adanya ketidakwajaran dalam mega proyek pembangunan gedung Pemkab 2 tahap II yang terletak di Jalan Siliwangi, Karawang. Oleh karena itu dirinya melaporkan perihal kejanggalan yang dia temukan kepada pihak Kejaksaan Agung.
“Iya betul, Kami telah melaporkan kasus ini kepada Kejaksaan Agung dengan nomor laporan 321/ LP-LSM/ VIII/ 17,” ujar Panji saat bertamu ke kantro Spirit Jawa Barat, Kamis (10/8/2017).
Dirinya yakin, pihak Kejaksaan akan segera melakukan tindakan terkait laporan yang dilakukannya terhadap kejanggalan pembangunan pembangunan gedung Pemkab 2 tahap II.
“Kami sudah dapat kepastian dari Kejaksaan bahwa dalam waktu dekat mereka akan segera melakukan Sidak ke lokasi proyek, karena dengan hal itu pasti data yang kami serahkan akan sejalan dengan yang ada di lokasi,” katanya.
Masih dikatakan Panji, dari awal rencana pembangunan gedung Pemkab 2 ini sudah janggal. Dari mulai tahap lelang disinyalir sudah ada permainan dan tidak jujur, untuk itu sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengungkap itu semua.
“Dari 48 peserta lelang untuk proyek gedung Pemkab 2, hanya ada 3 peserta saja yang mengajukan penawaran. Dari situ saja sudah janggal, kami menduga adanya permainan untuk memenangkan salah satu perusahaan lelang,” jelasnya.
Dari 3 peserta yang mengajukan penawaran, sambung Panji, ada 2 peserta yang kalah, namun kekalahannya keduanya tidak masuk akal.
“CV NABASA dinyatakan kalah karena dokumennya dianggap tidak lengkap. Lucunya, PT TITIAN USAHA GRAHA, sebagai pemenang lelang proyek Pemka 2 pada tahap I juga dinyatakan kalah hanya karena tidak memperlihatkan dokumen asli SKA personil tenaga ahli arsitektur. Untuk PT TITIAN USAHA GRAHA kalah karena masalah tersebut, kami juga mempertanyakan dokumen asli SKA milik PT TITIAN USAHA GRAHA selaku pemenang lelang proyek Pemkab 2 pada tahap I. Jelas sekali, kekalahan kedua PT tersebut hanya dibuat-buat demi memuluskan PT AURA HUTAKA untuk memenangkan lelang, “pungkas dia.
Panji masih menjelaskan, sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, peserta lelang harus menyiapkan persyaratan dan penawaran. Sehingga perusahaan yang mengikuti lelang tidak hanya pelengkap, karena sebelu ikut lelang setiap persyaratan harus sudah terpenuhi.
Hal yang aneh adalah, sambung dia, dua perusahaan yang kalah melawan PT AURA HUTAKA sama sekali tidak melakukan perlawanan hukum alias banding dan pasrah menerima begitu saja keputusan. Logikanya bagi perusahaan jasa konstruksi, tentu dengan nilai proyek yang mencapai RP 40 miliar merupakan angka yang menggiurkan dan perlu dipertahankan.
“Temuan yang kami dapatka, bahwa PT AURA HUTAKA dalam pengerjaan proyek ini sangatlah lamban seolah-olah kehabisan modal. Padahal setelah menandatangi kontrak pada 30 Juni 2017 lalu, mereka mendapatkan Down Payment (DP) sebesar RP 8 miliar.
Tidak berhenti disitu saja, dirinya ketika mendatangi lokasi proyek tidak melihat adanya papan informasi nilai proyek, nomor kontrak, tanggal kontrak dan waktu pelaksanaan proyek yang sehrausnya semua hal itu dicantumkan dalam plang atau papan.
“Tidak adanya transparansi PT AURA HUTAKA dalam kontrak kerja yang sudah ditandatangani meliputi, tidak diketahui siapa personiol inti dan tenaga ahli seperti; Project Manager, Site Manager, Arsitektur, Ahli Mechanical, Ahli Electrical dan manajemen mutu. Terakhir kami datang ke lokasi hanya ada satu orang pelaksana saja,” tutur Panji.
Biasanya, masih dikatakan Panji, dalam kontrak pembuatan gedung bertingkat harus ada tercantum peralatan utama minimal, seperti harus ada 2 Crane dan 5 truk besar yang selalu siap siaga di lokasi proyek.
“Tidak ada itu Crane ataupun truk besar disana, lebih parahnya lagi bahwa pekerja bangunan harus mengangkut material dari bawah keatas secara manual dengan cara naik turun tangga. Jelas sekali bahwa ini sudah tidak benar, belum lagi soal kontrak kerja terkait Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan (K3), bahkan di lokasi proyek para pekerja tidak menggunakan peralatan keselamatan,” imbuhnya.
Panji menyayangkan sikap Bupati Karawang, dr. Cellica Nurrachadiana, yang tidak terjun langsung ke lapangan untuk meninjau mega proyek pembangunan gedung Pemda 2 tahap II. Padahal proyek monumental itu menggunakan angaran APBD tahun 2017 lebih dari Rp 65 Milyar.
“Kami mencium adanya pihak-pihak yang telah menerima kucuran uang dari DP proyek tersebut. Kami juga memaklumi kenapa proyek ini terbilang begitu lambat, karena DP dari proyek itu tidak digunakan untuk membangun gedung, melainkan dibagi-bagikan kepada beberapa pejabat penting, biarlah nanti Kejaksaan Agung yang akan mengusutnya secara langsung, “ tegas Panji. (ark/ist)