KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Karawang Senin kemarin membuat gerakan lagi. Dipimpin Kasi Pidsus Titin Herawati Timur, mereka melanjutkan kasus dugaan korupsi pembangunan posyandu di instansi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Karawang. Kejari menggeledah ruangan beberapa pejabat termasuk ruangan kerja kepala kantor tersebut, sebagai tindak lanjut atas ditetapkannya dua pejabat BPMPD, MR dan AS sebagai tersangka. Hasil dari aksi penggeledahan, aparat Kejari menyita sejumlah dokumen yang disebut Kasi Pidsus ada kaitan dengan proyek posyandu.
Seperti diketahui, sejak lima bulan lalu Kejari Karawang instensif mengungkap kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan kelengkapan posyandu senilai Rp 3 miliar. Puluhan kepala desa dan dan camat, serta panitia pelaksana proyek diperiksa oleh penyidik kejaksaan. Posyandu yang seharusnya dibangun di 90 titik, diduga ada yang fiktif atau dikerjakan tidak sesuai prosedur. Dugaan korupsi berawal dari dipecahnya pengerjaan proyek oleh delapan rekanan.
Melihat gerakan Kejari Karawang sebagaimana ditulis oleh berbagai media, tentu kita ingin memberikan apresiasi. Penghargaan ini ingin kita sampaikan atas upaya mereka yang semakin terbuka dalam langkah menangani sebuah kasus. Meski tentu kita pahami juga pada bagian tertentu ada proses yang harus bersifat diam-diam sebagai sebuah prosedur. Akan tetapi, langkah terbuka dari kejaksaan seperti sekarang, sangat jauh berbeda dengan zaman dulu. Pada waktu itu masyarakat lebih kenal jaksa jika sudah masuk pada acara persidangan, yakni mereka yang hadir sebagai jaksa penuntut umum (JPU).
Oleh karenanya, cara kerja jaksa zaman dulu (yang lebih banyak senyap) wajar apabila kemudian ditafsirkan miring. Dugaan-dugaan bahwa jaksa saat menangani kasus sering dianggap hanya sebagai upaya transaksional atau sekadar menakut-nakuti lalu kasus diselesaikan di bawah tangan. Baru belakangan masyarakat engeuh aparat hukum lebih terbuka dalam menangani sebuah perkara. Kita sebagai masyarakat awam hukum, sekarang bisa lebih banyak menyerap informasi atas kinerja baik itu Korps Adhiyaksa (Jaksa), Polri, maupun KPK. Dengan begitu banyak media massa baik cetak, elektronik, dan media sosial, langkah para penegak hukum dapat lebih sering terpantau apa saja yang tengah mereka kerjakan.
Keterbukaan semacam yang diperlihatkan Kejari Karawang dalam menangani kasus dugaan korupsi pembangunan posyandu, jangan dikira tidak berdampak positif. Hal itu bukan terkait dengan personel aparatnya bisa menjadi populer, akan tetapi yang lebih penting bisa memberikan pembelajaran akan kesadaran hukum kepada masyarakat. Masyarakat akan semakin tahu apa yang menjadi hak dan yang bukan hak sesuai ketentuan hukum. Kita juga akan semakin diberi pencerahan bahwa setiap tindakan atau perbuatan tidak lepas dari konsekuensi hukum.
Oleh karenanya, kita di sini ingin mengingatkan, kepercayaan dan dorongan masyarakat terhadap langkah Kejari jangan sampai pupus. Itu bisa terjadi apabila kasus yang ditangani berlarut-larut. Terlebih jika kemudian kasusnya tidak jelas ujung pangkalnya. Kepastian hukum harus tegak!***