BPJS Bantah Tarik Upeti Pasien Penyakit Jantung

BEKASI, Spirit – Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diharapkan bisa meringankan beban warga saat berobat. JKN yang merupakan program andalan negara pada kenyataannya sering disalahgunakan dalam melayani masyarakat. Kasus yang acapkali terjadi ketika pasien anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kota Bekasi masih sulit memperoleh haknya. Dampak sulitnya anggota BPJS mendapatkan hak sehat, dimanfaatkan oleh oknum dengan meminta imbalan rupiah.
BPJS Kota Bekasi membantah pihaknya telah sering mempersulit masyarakat. Spirit Jawa Barat mencoba melakukan klarifikasi terkait dengan hal tersebut. Sayangnya tak bisa menemui Siti Hanum sebagai pejabat Kepala BPJS dan Hary Panca selaku Kepala Humas. Pihak BPJS memandatkan kepada Taufik, bagian Umum serta Nandar dari bagian rujukan pasien BPJS.
Taufik tidak membantah adanya oknum bermain pungutan liar. “Laporan itu memang kita akui ada dan pelakunya sudah dipecat. Artinya pihak BPJS ada tim verifikasi dan admin kepesertaan yang secara berkala melakukan evaluasi kinerja,” kata Taufik pada Spirit Jawa Barat.
Dikemukakannya, setiap hari sedikitnya ada 270 antrian yang dilayani BPJS. Namun, kata dia, dari sejumlah itu pihaknya membantah adanya upeti yang mengalir ke kantung lembaga BPJS.
“Kita buka dari jam 08.00 WIB dalam melayani masyarakat dengan jumlah peserta 85 orang karyawan,” terang Taufik.
Panduan Permenkes Nomor 28, sambung Taufik menjadi acuan jelas bagaimana fakir miskin dan anak tidak mampu pun wajib dilayani karena memang untuk BPJS tidak dibatasi dengan quota. “Utamanya yang wajib masyarakat mengerti adalah adanya rujukan Puskesmas, klinik dan dokter tentunya,” tandas Taufik.
Sementara itu Nandar selaku divisi rujukan pasien BPJS memberi pernyataan kasus pasien penyakit jantung anggotanya. Meskipun pasien tersebut anggota BPS tetapi masih tetap dikenai biaya. “Peserta JKN memiliki payung hukum UU 24 tahun 2011 dan Permenkes 71/2013 menjamin selama Rumah Sakit (RS) bekerjasama atau mitra maka pasien wajib dilakukan tindakan untuk mengobati pasien, ” tutur Nandar, pria bertubuh besar itu.
Nandar menjelaskan ada dua status pasien operasi. “Pertama pasien Citto dan kedua selektif. Jika citto kondisi pasien saat itu juga harus dilakukan tindakan operasi misalnya penyakit jantung. Dokter akan merekomendasi pasien citto karena kondisi memang sangat diperlukan tindakan cepat,” terang Nandar. Sementara, status selektif bisa dilakukan penundaan.
Berkaitan dengan status pasien, hanya dokter yang berwenang merekomendasi. Akibat keadaan yang sangat mendesak maka status citto wajib disandang pasien. “Antar lembaga dituntut harus ada evident, sejauh mana kondisi pasien sesungguhnya untuk menjadi panduan penanganan berikutnya,” tandas Nandar sekaligus berharap adanya semangat bersama-sama meluruskan BPJS yang jelas membantu warga Kota Bekasi. (Kos)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *