Banten,Spirit – Ratusan anak usia SD/SMP di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, meninggalkan bangku sekolah untuk bekerja membantu kebutuhan ekonomi keluarga dengan berbagai profesi yang digelutinya.
“Kami sangat prihatin melihat anak-anak putus sekolah itu,” kata Sarip (55), seorang penggiat pendidikan saat memperingati Hari Anak Nasional di Lebak, Minggu (16/7).
Berdasarkan pemantauan, mereka anak-anak usia sekolah terlihat di jalanan menjadi pemulung, pengamen, pengemis, tukang semir sepatu, asisten rumah tangga, buruh bunga cengkih, pekerja pabrik, penggembala ternak, dagang plastik kresek, pedagang abu gosok dan lainnya.
Anak-anak itu terlihat di sejumlah toko serba ada (toserba), pasar, stasiun KA, perkantoran, terminal, ladang, serta berjualan keliling permukiman penduduk.
“Kami berharap anak-anak itu bisa kembali mengenyam pendidikan untuk masa depan mereka,” ucap Sarip, berharap.
Menurut dia, pemerintah daerah bersama pemangku kepentingan atau “stakeholder”, Dewan Pendidikan dan PGRI mengoptimalkan sosialisasi sekolah gratis kepada masyarakat agar anak-anak bisa melanjutkan pendidikan.
Sebab, saat ini juga masih ada pengelola sekolah memungut biaya, sehingga anak dari keluarga tida mampu tersebut terpaksa berhenti.
Pemerintah sudah menggratiskan pendidikan SD/SMP melalui penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS).
“Kami minta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan saat penerimaan siswa baru dapat memasang spanduk tentang ajakan masyarakat yang memiliki anak agar menerima pendidikan dengan gratis,” ujarnya.
Egi (14), warga Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak mengatakan, ia meninggalkan bangku sekolah sejak dua tahun lalu akibat himpitan ekonomi keluarga. Ia sehari-hari menjadi penjual plastik di Pasar Rangkasbitung.
“Kami sehari bisa membawa uang antara Rp10 ribu sampai Rp20 ribu untuk jajan sendiri, dan kadang juga untuk membantu orangtua membeli beras,” ujarnya, lirih.
Ia mengaku dirinya putus sekolah saat duduk di bangku kelas VI SD karena orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan.
Kendati sekarang sekolah gratis, orangtua masih tetap harus mengeluarkan uang untuk membeli seragam sekolah, buku pelajaran, dan uang jajan.
“Kami sudah dua tahun menjadi penjual plastik dan bisa membantu ekonomi orangtua,” ujarnya.
Begitu juga Ade (14) warga Kecamatan Kalanganyar Kabupaten Lebak mengatakan sudah meninggalkan bangku sekolah sejak kelas 1 SMP karena kondisi ekonomi orangtuanya.
Setiap pagi dirinya menjadi calo mobil mainan anak-anak di Alun-alun Rangkasbitung.
“Uang hasil jerih payah itu saya berikan kepada orangtua juga untuk kebutuhan membeli pakaian,” katanya.
Tokoh Masyarakat Kabupaten Lebak Hasan Alaydrus mengatakan pihaknya mendesak pemerintah daerah segera menangani anak-anak putus sekolah yang kini hidup di jalanan di sekitar Kota Rangkasbitung.
Sebab anak-anak jalanan maupun anak terlantar ditanggung oleh negara.
“Kami berharap anak-anak yang putus sekolah dan memilih bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, diharapkan mendapat bantuan operasional sekolah dialokasikan bagi siswa miskin untuk membeli perlengkapan sekolah dan uang transportasi,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Lebak Wawan Ruswandi mengatakan saat ini sekolah SD/SMP digratiskan melalui dana BOS sehingga anak-anak yang putus sekolah bisa melanjutkan pendidikannya.
“Kami minta anak itu bisa kembali sekolah dan tidak hidup di jalanan,” katanya.(ant)