BEKASI, Spirit
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara (PLTB) yang dikelola oleh PT Cikarang Listrindo (CL) selain melanggar peraturan daerah (perda) Nomor 12 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi juga telah menabrak UU no 7 tahun 2004 yang terkena sanksi sesuai KUHP pasal 167 jo.389. Hal tersebut dikatakan oleh kuasa hokum petani penggarap, Victor S Siregar.
menurut dia, sesuai Perda No 12 tahun 2011, PLTB semestinya dibangun di Desa Huripjaya, Kecamatan Babelan Bekasi namun pada praktiknya PLTB justru dibangun di Desa Muarabakti, Kecamatan Babelan diatas tanah seluas 720.000 meter persegi.
“Dan ternyata PT CL malah juga memanfaatkan sepadan kali Cikarang-Bekasi-Laut (CBL) dengan cara merebut dari para penggarap lahan. Bahkan saat perebutan lahan dilakukan dengan memagari lahan sempadan Kali CBL seluas 8 hektar yang masih digarap,” kata Victor.
Dikatakannya, dengan adanya pemagaran lahan tanpa adanya ganti rugi sesuai batas normal, akhirnya para petani pun mengadukan permasalahan tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Bekasi untuk diproses hukum. Hingga berkas pengaduan gugatan telah naik ke pengadilan secara otomatis keberadaan tanah tersebut menjadi sengketa.
“Namun pada kenyataannya semenjak gugatan diterima oleh PN Bekasi dengan No.289/Pdt.G/2015/PN.Bks. Pihak PT CL sampai saat ini masih melakukan kegiatan konstruksi dilahan tersebut, itu bisa dikatakan telah melanggar peraturan perundang-undangan yang tertera di papan yang ditancapkan di sekitaran lahan,” terangnya.
Victor menambahakan, dalam papan tertera dengan jelas Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 39/KPTS/1994 tertanggal 8 Februari 1994, dilarang masuk/menggunakan tanpa ijin dengan ancaman pidana KUHP pasal 167 jo.389. Akan tetapi, PT CL sendiri malah melakukan perbuatan itu. Padahal, menurut surat jawaban gugatan dari Kementerian PU dituliskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan ijin apapun.
“Itu sudah jelas terlihat bahwa PT CL telah melanggar Perda RTRW Kabupaten Bekasi dalam pembangunannya, juga telah melanggar Undang-undang dengan melakukan aktifitas di sempadan Kali CBL tanpa ijin,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum DPD Gerakan Mahasiswa Merah Putih (GMMP) Kabupaten Bekasi, Junaedi mengatakan, saat ini seiring dengan meningkatnya pembangunan, maka kebutuhan tanah semakin tinggi. Padahal, disisi yang lain, persediaan tanah semakin terbatas.
Sehingga, menurutnya berimplikasi terhadap banyaknya kejahatan maupun pelanggaran yang merugikan hak orang lain dalam memakai tanah pemerintah.
Dalam KUHP telah diatur tentang kejahatan dan pelanggaran tanah. Tindak pidana itu diatur dalam pasal 389 yakni, ‘Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menghancurkan, memindahkan, membuang atau membikin tak dapat dipakai sesuatu yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan’.
“Hal itu dipertegas pula dalam Pasal 423, yakni, ‘Seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun,” urainya.
Diuraikan pula oleh Junaedi, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004, Tentang Sumber Daya Air, Bab VII Tentang Pelaksanaan Kontruksi, Operasi dan Pemeliharaan, Pasal 63, poin 4 tertulis ‘Pelaksanaan konstruksi prasarana dan sarana sumber daya air di atas tanah pihak lain dilaksanakan setelah proses ganti kerugian dan/atau kompensasi kepada pihak yang berhak diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan’.
“Maka dengan jelas semua itu mesti di selesaikan terlebih dahulu dengan penggarap, baru ada kegiatan kontruksi di lahan sengketa. Walaupun itu tanah milik negara,” tutupnya. (jun)