Pribumi

MENDENGAR kata “pribumi” kerap kita tiba-tiba menjadi merasa dekat dengan tanah kelahiran. Dalam konteks daerah bisa kampung, desa, kecamatan, kabupaten/kota. Lalu lebih jauh lagi provinsi bahkan negara. Kata pribumi, di Karawang pun sering tiba-tiba muncul jika ada momentum tertentu. Sebut saat berlangsung pemilihan kepala daerah (pilkada) kemarin, kata itu menjadi familiar. Demikian halnya tatkala muncul investor yang menanamkan modal di daerah ini, kata pribumi pun tak pernah putus disebut-sebut orang. Hal itu terjadi tatkala dikaitkan dengan kepentingan mengisi lowongan pekerjaan., karena  masih tingginya angka pengangguran hingga  mencapai 90.000 ribuan jiwa.

Mencermati fakta itu terasa ada ironi dengan Karawang. Di satu sisi pertumbuhan industrinya demikian pesat di banding daerah lain di Jawa Barat. Sebesar 40% dari investasi Jawa Barat ada di Karawang. Itu saja menunjukkan betapa daerah ini semestinya memiliki kemajuan ekonomi yang pesat dan keterserapan tenaga kerja (naker)  yang cepat, sehingga pengangguran tidak perlu tinggi. Namun sifat industri untuk tenaga kerja bersifat terbuka. Maka wajar kalau Karawang menjadi kejaran calon naker dari luar.  Di sisi lain,  sebagaimana  sempat disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Karawang Teddy Rusfendi Sutisna beberapa waktu lalu, dengan kondisi itu justru Pemkab Karawang akan mengevaluasi investasi yang masuk ke daerah ini. Pasalnya, Pemkab Karawang sedang mempersiapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketahanan Pangan. Ini artinya ada dilema.

Sebenarnya sangat elok apabila industri di Karawang lebih mengutamakan tenaga kerja lokal. Artinya ketersediaan angkatan kerja terserap lebih dulu, baru sisanya untuk naker dari daerah lain. Mungkin naker lokal kemudian tidak perlu memilih menjadi TKI di luar negeri. Keuntungan lain apabila sebagian besar naker  lokal semuanya terserap akan berefek terhadap perkembangan ekonomi Karawang sendiri. Sebab semua pendapatan pekerja akan terbelanjakan di daerahnya sendiri. Lain halnya jika sebagian besar naker yang terserap oleh Industri di Karawang berasal ari luar daerah, tentu sebagaian uang naker akan dikirimkan ke daerah asal naker tersebut.

Namun kita tidak tahu, persoalan sebenarnya ada di mana apabila industri Karawang belum sepenuhnya bisa menyerap tenaga kerja lokal. Apakah karena pasar kerjanya yang terbatas, atau memang naker lokal kalah berkompetisi dengan naker pendatang. Ini perlu segera ada penyelesaian, mengingat masalah pengangguran bisa berdampak sosial hebat. Bukan tidak mungkin konflik-konflik sosial yang terjadi di Karawang akhir-akhir ini dan demikian tinggi, karena faktor kepincangan serapan tenaga kerja ini. Bagaimana tawuran antarwarga eskalasinya meningkat.

Sebagian naker terpaksa ada yang lari ke luar negeri menjadi TKI. Akan tetapi mereka pun tak luput  menghadapi banyak masalah di tempatnya bekerja karena mereka minim keterampilan. Karenanya pemerintah daerah harus segera mengkaji kembali kebijakan soal ketenagakerjaan ini.  Misalnya dengan memperbanyak pelatihan, agar calon naker pribumi  siap kerja, baik untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun keluar.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *