KARAWANG, Spirit – Pencocokan (constatering) terhadap letak, luas dan batas-batas tanah sengketa atau objek eksekusi dalam perkara permohonan eksekusi nomor 4/Pdt-Eks/2022/PN Krw Jo. nomor 30/Pdt.Bth/2009/PN Krw Jo. nomor 39/Pdt.G/1998/PN Krw yang berlokasi di Desa Batujaya, Kecamatan Batujaya, gagal dilaksanakan Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1B Karawang, Rabu (18/5/22).
Gagalnya pelaksanaan constatering disebabkan adanya keberatan dari pihak termohon dalam perkara, yang dikarenakan tidak hadirnya perwakilan pemerintah desa setempat dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karawang. Hal ini diutarakan Juru Sita PN Karawang, Musa Lobo kepada awak media.
“Pihak termohon merasa keberatan dengan tidak hadirnya perangkat desa, dan kami dari PN Karawang juga sudah menyampaikan kepada pihak BPN. Informasinya surat pemberitahuan sudah sampai di BPN, hanya belum ada disposisi kepada petugas yang akan ditunjuk ikut bersama kami,” ungkapnya.
Dengan begitu, lanjut Musa, PN Karawang menetapkan penundaan pelaksanaan constatering sampai dengan dua Minggu kedepan, dengan memastikan seluruh pihak bisa hadir.
“Hari ini bukan kami sengaja tidak melaksanakan (constatering), tetapi kami tunda dulu dan akan kami sampaikan lagi pemberitahuan secara formal ke semua pihak. Termohon, pemohon, termasuk Kepala Desa dan BPN,” jelasnya.
Sementara itu pemohon eksekusi, Muhamad Zaenudin melalui kuasa hukumnya, Syafrial Bakri mengatakan meski pihaknya berkeinginan constatering bisa dilaksanakan sesuai rencana. Namun dengan tidak hadirnya sejumlah pihak dan sejumlah pertimbangan, pemohon menyetujui penundaan pelaksanaan constatering.
“Dengan tidak terlaksananya itu (constatering-red), kami pemohon menyerahkan semuanya ke pengadilan. Karena pemohon hanya meminta haknya, apa haknya ?, setelah membeli (melalui lelang, SHM no. 8 tahun 1969), tanahnya mana ?, dan kami tidak pernah mengklaim SHM no. 185,” Tegasnya.
Ditempat yang sama, keluarga Asy’ari bin Abdul Somad termohon eksekusi, Ibnu Mahtumi menjelaskan tanah atau lahan ber-Sertifikat Hak Milik (SHM) no. 185 tahun 1987 dengan tanah SHM no. 8 tahun 1969 berbeda lokasi dan juga berbeda nomor Persil.
“Kalau sertifikat yang diklaim oleh pemohon tadi itu persilnya 273 yang kita ngga tau letaknya dimana ? dan tidak tercatat di leter c desa, dan lain sebagainya. Sedangkan sertifikat milik kita 185 itu tercatat di desa, kita bayar pajak, fisik kita kuasai. Tiba-tiba ada orang yang mengklaim tanah tersebut yang katanya dapat dari lelang. Dan dari identitas sertifikat pun berbeda, sertifikat 08 yang mengklaim tanah tersebut dia itu D, artinya darat, sedangkan fisik yang kita miliki itu S yaitu sawah,” katanya membeberkan.
Diketahui, perkara sengketa tanah yang berujung permohonan eksekusi saat ini telah melalui proses hukum yang panjang, 3 tingkatan peradilan dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah agung, 6 kali sidang dan selalu dimenangkan oleh pemohon ekseskusi, Muhamad Zaenudin. (red)