BEBERAPA waktu lalu ada gedung sekolah dasar negeri (SDN) yang menghadapi masalah. Hal itu terkait dengan gugatan dari ahli waris tanah tempat sekolah-sekolah tersebut berdiri. Rupanya selama ini cukup banyak lahan sekolah yang diduga bukan milik pemerintah, melainkan milik pribadi. Seandainya para pemilik akan menggunakan atau menjual lahannya, maka dipastikan akan mengganggu proses belajar mengajar (PBM). Kondisi itu juga pernah menjadi temuan anggota DPRD Kabupaten Karawang saat melakukan reses pada beberapa hari lalu. Belakangan pihak yang merasa berhak atas lahan tersebut ada yang menyegel gedung sekolah.
Ini sebuah peringatan yang semestinya segera ditanggapi pihak Pemerintah Kabupaten Karawang, dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora). Setidaknya apakah melalui unit pelaksana teknis daerah (UPTD) segera menginvetarisasi status lahan seluruh sekolah. Boleh jadi bisa mengawalinya dengan membuka-buka dokumen yang ada, apakah lahan itu sudah disertifikasi, atau hibah? Tentu saja kalau memang hibah harus juga ada akta hibahnya.
Kekhawatiran angggota DPRD memang bukan tanpa alasan. Selain temuan tersebut pasti atas laporan masyarakat ketika melakukan jaring aspirasi masyarakat (jaring asmara), juga memang sudah banyak terjadi di beberapa daerah. Dengan demikian banyak contoh. Biasanya yang menimbulkan kasus gugatan terhadap bangunan sekolah, umumnya pada bekas sekolah Inpres (Instruksi Presiden) pada saat zaman Orde Baru.
Ketika itu, pemerintah pusat menggelontorkan dana bantuan untuk bangunan sekolah hingga ke pelosok melalui dana Inpres. Daerah diminta menyediakan lahannya. Nah, dalam menyediakan lahan inilah prosesnya banyak yang menggunakan muslihat. Korbannya tentu masyarakat yang memiliki lahan. Ada yang ditekan untuk menyerahkan dengan sukarela, denga alasan demi pendidikan. Ada yang dijanjikan anak dan cucunya dijamin bekerja sebagai penjaga sekolah, ada yang dijanjikan dipakai sementara, atau ada juga dijanjikan akan diganti dengan pembayaran belakangan. Pemilik lahan rata-rata menerima saja. Zaman itu, siapa yang berani menolak, kecuali mau dituduh anti-Pancasila!
Seiring dengan berjalannya waktu, proses muslihat masa lalu kemudian menjadi bom waktu. Inilah yang dikhawatirkan oleh anggota dewan kita. Harta yang dulu dimiliki seseorang kini sudah turun ke ahli warisnya. Ahli waris tatkala akan membagi harta warisan, pasti akan mencari dokumen. Dari dokumen inilah mungkin terungkap ada harta yang dipakai pihak lain (bangunan sekolah) tanpa melalui proses yang seharusnya, lalu munculah gugatan bahkan penyegelan.
Kita setuju dengan usulan anggota DPRD bahwa masalah status lahan sekolah harus segera diselesaikan. Jangan menunggu hingga timbul masalah atau gugatan dari pemiliki atau ahli waris. Bersyukur kalau ahli waris menghibahkannya karena ingin menghormati orang tuanya, artinya itu tinggal memproses dari aspek legalitasnya. Tetapi apabila lahan tersebut sudah memiliki nilai ekonomis tinggi, biasanya inilah yang menjadi pemicu gugatan. Sekali lagi, Pemkab Karawang harus tanggap agar tidak menjadi gangguan terhadap anak-anak yang sedang belajar.***