DPRD Sesalkan Kinerja Eksekutif
Carutmarut dan lambannya Pemkab Karawang dalam mengakuisisi aset fasos-fasum dari para pengembang perumahan nakal disayangkan oleh Wakil Ketua Komisi A DPRD Karawang, Indriyani.
Ia meminta Pemkab lebih tegas dan juga lebih selektif meloloskan perizinan kepada para pengembang terlebih pengembang yang sudah mendapat cap nakal.
“Pemkab harus bisa lebih selektif dalam mengeluarkan perizinan,pasca disahkan nya perda perubahan izin lokasi, kondisi saat ini legislatif khususnya komisi A seolah kehilangan taring,” kata dia melalui pesan selulernya kepada Spirit Jawa Barat, Senin (20/3) malam kemarin.
Ia mengakui sudah banyak menerima keluhan dari masyarakat yang tinggal di perumahan terkait masalah tidak kunjung adanya perbaikan insfratuktur oleh Pemkab Karawang karena terkendala belum adanya pelimpahan fasum-fasos perumahan ke pemkab.
“Memang betul salah satu fungsi pengawasan ada di legislatif, tapi melakukan pengawasan ketika proses awalnya kami tidak tahu menahu baru ketika izin keluar dan banyak masalah legislatif yg kena curhatan masyarakat,” katanya.
Diketahui sebelumnya, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mengakui saat ini hampir 60 sampai 70 persen perumahan di Karawang belum menyerahkan fasum-fasosnya kepada Pemkab Karawang.
“Banyak sekali, yang sudah memberikan hanya 30 sampai 40 persen,” ujar Hadis, Senin (20/3).
Sementara itu terkait permasalahan tersebut, Kepala Desa Bengle, Lia Amalia, terkena imbasnya. Lia dalam sepekan terakhir terus diundang oleh warganya karena 8 perumahan yang ada di Desa setempat ditinggal oleh para pengembangnya dengan meninggalkan insfratuktur yang rusak parah.
“Para developer ini hampir semua nakal. Ada 8 perumahan di Desa saya, dari yang tertua hingga yang termuda belum juga diserahterimakan ke Pemkab. Rata-rata alasannya masih dalam tahap pengembangan. Nyatanya, ada juga yang sudah berhenti bahkan meninggalkan proyeknya begitu saja. Yang repot pihak Desa yang menjadi tumpahan kekesalan warga,” ujarnya, saat ditemui saat kerja bakti pembersihan area Pemakaman di Dusun Wagir, Desa Bengle, Kecamatan Majalaya, Minggu (19/3).
Menurutnya, Pemerintah Desa merasa berjalan sendiri ketika masyarakat menuntut diserah terimakan.Karena pengembang sudah tidak ada ditempatnya lagi alias kabur, dan bagian aset tidak melakukan jemput bola, bahkan dinas terkaitĀ seolah menutup mata ketika masalah tersebut disampaikan.
“Ini terbukti dengan tidak adanya kejelasan kapan perumahan tersebut diserah terimakan ke Pemkab,” kesalnya.
Terungkapnya permasalahan tersebut saat ia bersama aparat Desa Bengle seringkali menjadi lumbung keluhan warga perumahan, saat mendatangi berbagai kegiatan yang diadakan warga. Tak jarang, program Desa terkait kependudukan yang hendak di sampaikannya, selalu berujung pada penjelasan permasalahan penghuni perum.
“Seminggu ini saya selalu diundang meminta penjelasan perihal hak warga. Selain masalah kependudukan, karena mayoritas penghuni perum itu pendatang, masalah keluhan tidak perbaikan Sarana fasum dan fasos perumahan lah yang paling menyita waktu. kadang sampai dinihari kami berdiskusi. Tapi bagaimanapun juga tekanan warga ke Desa, kalau pengembang belum menyerahkan aset ke Pemkab, ya kami pun tak bisa berbuat apa apa,”katanya.
Arif Priyono, salah seorang perwakilan warga Perum Bumi Melati Asri (BMA) mengatakan,ia pun merasa lelah, saat mengadu kepada pihak Desa, ternyata tak hanya komplek perumnya saja yang dianaktirikan pengembang. Padahal, kata dia, menurut Perda nomor 9 tahun 2009 tentang penyerahan sarana, prasarana, dan utilitas, perumahan dan permukiman tertulis, selama satu tahun pengembang harus sudah menyerahkan kepada Pemkab. (mhs)