Pedagang Batu Akik Ditinggal Pembeli

GENOMENA demam batu akik yang sempat melanda Indonsia pada tahun lalu. Mulai anak-anak hingga orang dewasa, pegawai serabutan, publik figur, hingga PNS saat itu “sibuk” memburu batu yang mempunyai pelbagai model tersebut.

Para pedagang batu tersebut bisa mencapai omzet hingga Rp 6 juta hingga 7 juta per hari, saat batu akik bak rokok yang mempunya unsur zat adiktif, sehingga masyarakat kecanduan, ramai-ramai memerburu batu tersebut.

“Dulu ketika masyarakat demam batu akik, saya bisa raup untung hingga Rp7 juta perhari,” ujar Dedi, pedagang batu akik yang masih berjualan di sekitar Stadion Singaperbangsa, Kabupaten Karawang, Senin, (7/3).

Sudut luar stadion Singaperbangsa pun, sempat dijadikan pusat penjual batu akik di Karawang oleh para pedagang yang menamai dirinya Komunitas Batu Akik Karawang. Tak kurang  dari 40 hingga  50 orang beberapa waktu lalu, banyak kalangan masyarakat selalu berjualan di halaman satu-satunya stadion sepak bola di daerah ini.

“Yang dagang bahkan dari ibu kota pada ke sini, sekarang hanya sisa 5 orang. Itupun kalau kebeneran dagang semua,” katanya.

Kini, pedagang batu akik kehilangan pembeli  yang hanya membeli saat batu akik ramai di bicarakan, tak ubahnya pembeli korban mode belaka. Sekarang, mereka hanya bisa terus membersihkan batu-batu yang akan dijualnya sambil menunggu pembeli yang masih terus mencari batu tersebut meghampiri lapak mereka untuk membeli atau sekadar  tukar tambah.

Seorang  penjual batu akik keliling di sekitar kantor Pemkab Karawang, Supardi, menuturkan, tak hanya pembeli yang seperti hujan, datang ramai-ramai dan pergi meningalkan dingin. Harga batu dan batangnya pun merosot drastis disbandingkan ketika batu tersebut seperti halnya artis yang terus diburu keberadaanya.

“Batang titanium yang tadinya berharga Rp 700 ribu kini hanya Rp 200 ribu,” katanya, kepada SpiritKarawang.

Tapi para pedang batu akik  tersebut, masih bisa bernafas lega, karena  masih ada para kolektor dan pengepul batu akik yang memburu lapak batu mereka, meski tak seramai dulu.  “Iya, koleksi saya tidak kehitung di rumah, kalau sudah hobi susah pak, walaupun istri cemberut karena uang belanja kepake sama saya buat beli batu, udah biasa itu,” ujar Budi Trisantoso, guru SD.(cr3)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *