Narkotika dan Pelajar

SEBUAH tantangan besar akhir-akhir ini  harus dihadapi oleh kalangan dunia pendidikan dan orang tua. Ini terkait dengan berita yang dilansir media yang bersumber dari kepolisian. Disebutkan, narkotika jenis ganja ternyata lebih banyak dikonsumsi kalangan pelajar. Kepolisian merujuk pada usia pengguna yang rata-rata belasan tahun. Bahkan dari 50 pelajar yang diambil sampel urine-nya, terbukti 17 di antaranya positif menggunakan narkotika. Data itu disampaikan oleh Kasi Pencegahan pada Badan Narkotika Nasional (BNN)  Kabupaten Karawang Puspita Wulansari.

Berita pada hari yang sama,  datang dari Kabupaten Bogor. Ganja seberat 10 kg dengan ratusan butir pil koplo ditemukan di tempat sampah sekolah SMP Negeri 1 Kemang, Kecamatan Kemang. Semula bungkusan tersebut  sempat jadi mainan siswa, dijadikan bola sepak. Bungkusan tersebut ditendang-tendang, hingga akhirnya dicegah penjaga sekolah  yang kemudian mengambilnya untuk diperiksa. Setelah diketahui ternyata barang mencurigakan,  oleh petugas keamanan sekolah barang tersebut diserahkan kepada pihak kepolisian.

Temuan ganja tersebut seakan ada relevansinya dengan paparan di awal, yakni pelajar atau siswa sekolah sudah menjadi pasar utama pengedar ganja. Dengan kata lain, narkotika jenis ganja lebih banyak dikonsumsi kalangan pelajar, sebagaimana disimpulkan  BNN Kabupaten Karawang. Sementara meski  bungkusan ganja di sebuah SMP Kabupaten Bogor belum diketahui motif dan siapa pemiiknya, namun ini menunjukan narkotika “daun haram” tersebut sudah begitu leluasa ada di ruang publik. Kalaulah itu sebagai upaya menyamarkan untuk menghindari kecurigaan, mengapa mesti disimpan di tempat sampah sekolah? Apakah tidaka da tempat lain? Namun, tentu itupun ada hikmahnya karena akhirnya harus ketahuan dan kini diamankan oleh pihak kepolisian.

Memang, penggunaan narkotika jenis ganja oleh kalangan remaja ini pun kini sudah dikhawatirkan oleh Inggris. Sebuah penelitian terhadap sejumlah remaja di Inggris menunjukkan bahwa penggunaan ganja secara rutin oleh anak-anak muda berusia 15 tahun berisiko “merusak” kemampuan akademis mereka. Meski memang menurut peneliti dari University College London, agak sulit membedakan apakah penurunan kemampuan itu spesifik oleh penggunaan ganja atau ada pemicu lain, misalnya  karena berbarengan dengan mengonsumsi alkohol. Namun indikasi akibat ganja ini memang nyata.

Inilah sesungguhnya yang harus diwaspadai. Bukan semata khawatir karena terjerumusnya anak-anak kita pada narkotika, akan tetapi lebih jauh lagi kita khawatir hilangnya kemampuan akademisnya akibat menurunnya daya pikir mereka. Padahal ke depan jelas negeri ini membutuhkan anak-anak atau generasi  yang cerdas secara intelektual maupun secara spiritual. Sementara dampak menggunakan ganja bisa merusak keduanya.

Akhirnya tidak ada lain pencegahannya yang utama adalah pertama dari keluarga. Orang tua harus punya pengetahuan dan  kemampuan dalam mengendus perilaku anak termasuk dengan siapa bergaulnya. Lingkungan juga harus berkeinginan mengawasi anggota lingkungan sekitar apabila ada yang mencurigakan. Benteng terakhir adalah sekolah dan untuk pengawasan ada baiknya selalu berkoordinasi dengan pihak berwajib.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *