Manajemen Organisasi PDAM Dinilai Lemah

KARAWANG, Spirit

Manajemen organisasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tarum Karawang dinilai lemah. Pasalnya, PDAM dinilai tak pernah  menyosialisasikan kebijakan yang bersentuhan dengan pelanggan. Sehingga, kerap kali pelanggan merasa diabaikan hak-haknya.

“Kalau memang naiknya retribusi sudah 3 tahun lalu, kenapa nggak pernah disosialisasikan. Apalagi, kartunya masih tertera seribu rupiah, bukan tiga ribu. Manajemen perusahaan sekelas kabupaten kok, kayak gitu,” ungkap Bajuri, warga Utamakarya, Adiarsa Barat, Karawang Barat, Selasa (23/2).

Dikatakan dia, meskipun dirinya terkejut karena besarnya pungutan retribusi, tentunya tidak membuat dirinya “balas dendam” dengan tidak membayar rekening bulanan. Hal itu, kata dia, pasti juga dilakukan oleh semua pelanggan. “Itu artinya, penghargaan hak dan kewajiban antara PDAM dan pelanggan tidak seimbang. Karena mereka (PDAM, red) pasti melakukan pemutusan instalasi kalau terlambat bayar. Kalau kami (pelanggan, red) apa yang harus bisa dilakukan, mau boikot bayar rekening aja, khawatir diputus jaringannya,” imbuhnya.

Bajuri pun masih menanti jawaban PDAM terkait pungutan biaya meteran. Pasalnya, PDAM tidak pernah melakukan tera ulang terhadap meteran yang dipasang di pelanggan. Padahal, hal itu merupakan ketentuan Undang-undang. 

“Terus, tetap bayar tiap bulan Rp 5.000 , lalu untuk meteran untuk apa? Kan sesuai UU No 2 Tahun 1981 tentang metrologi legal, seharusnya dalam kurun waktu tertentu harus ditera. Lha, ini  sejak jadi pelanggan, meteran PDAM nggak pernah ditera. Padahal tiap bulan kami dipungut biaya meteran,” tandas Bajuri.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Karawang Danu Hamidi mengatakan,  akan mempertanyakan hasil pungutan sampah yang semula menjadi wilayah teknis Dinas Cipta Karya (DCK). Ia pun mengaku akan mempertanyakan adanya biaya meteran yang dipungut oleh PDAM.

“Soal retribusi sampah ini sebetulnya soal teknis, karena pelimpahan dari DCK ke PDAM. Nanti akan kita lihat hitungannya, berapa pendapatannya disetor ke kas daerah. Termasuk biaya meter-nya,” ungkapnya.

Danu menjelaskan, dengan masih minimnya pelanggan PDAM di Kota Pangkal Perjuangan, dirinya berharap PDAM lebih bisa meningkatkan pelayanan dan pemasangan jaringan ke pelanggan baru. Terlebih lagi, dalam rekomendasi hasil audit BPK, PDAM bisa mengelola keuangan yang diperolehnya untuk pengembangan jaringan, agar pelanggan lebih meluas.

“Kalau hasil kontribusinya, kurang lebih Rp 11 miliar untuk PAD. Namun, sampai saat ini baru 21% yang menjadi pelanggan, sehingga BPK merekomendasikan agar keuangan tersebut dikelola PDAM tanpa diserahkan ke kas daerah untuk pengelolaan dan pengembangan,” ujarnya. (top)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *