Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, Hanafi saat mendorong agar TAPD Karawang memasukan anggaran premi asuransi lahan pertanian yang ada di Karawang pada APBD 2018. Pasalnya areal pesawahan karawang kerap kali mengalami kebanjiran termasuk terserang hama sehingga mengakibatkan gagal panen, namun klaim asuransi pertanian masih harus menunggu waktu cukup lama jika masih mengandalkan kucuran dari pemerintah pusat.
“Kalau sekarang preminya dibayar oleh pusat (pemerintah pusat), padahal seharusnya karawang bisa menanggung premi itu,” ujar Hanafi, Rabu (22/3) kemarin.
Dia mengaku untuk musim panen kali ini memang ada beberapa hektare sawah yang gagal panen akibat kebanjiran. Meski demikian dia tidak mengetahui secara detail berapa luasnya. Tetapi ada beberapa hektar yang mengklaim asuransi.
“Makanya kami sedang komunikasi, kalau premi ini bisa dibayarkan oleh pemda, maka kami akan dorong itu,” ucapnya.
Hal itu akan terus diupayakan oleh pihaknya agar para petani di karawang tidak merugi saat terjadi hal yang tidak diinginkan terjadi pada lahan sawah mereka. Meski demikian dia mengakui program asuransi pertanian tersebut masih belum diminati oleh para petani, meski sosialisasi terus dilakukan.
“Padahal pemerintah (pusat) memberikan subsidi premi sebesar Rp 150 ribu. Sedangkan petani hanya membayar sisanya sebesar 20 persen atau Rp 30 ribu,” ujarnya.
Sementara untuk kesejahteraan petani, dia mendesak agar bulog bisa membeli gabah petani meski kadar airnya diatas 20 persen. Tentu dengan harga diatas harga para tengkulak yang saat ini lebih bnayak membeli gabah para petani.
“Bulog harus beli itu gabah-gabah petani, meski yang kadar airnya diatas 20 persen,” ujarnya.
Dia juga meminta agar bulog menyediakan mesin pengering padi, hal ini agar pihak bulog bisa langsung mengeringkan gabah yang dibeli dari para petani. Dengan demikian tidak ada alasan bulog tidak membeli gabah petani.
“Meskipun mesin pengering itu hanya digunakan saat musim hujan saja, tetapi tetap saja harus ada,” ujarnya.
Sementara Kepala UPTD Pertanian Jatisari, Targono, mengaku untuk petani diwilayahnya tidak ada yang klem asuransi. Karena memang tidak ada yang cukup menghawatirkan, tidak ada juga areal pertanian yang rawan banjir.
“Di Jatisari tidak ada yang klaim asuransi pertanian. Para PPL sudah sosialisasi kepada petani. Tapi gak ada yang ikut,” ujarnya. (mhs)