Krisis Elpiji 3 Kg

“JADI rakyat, ternyata lebih sering ketiban susah ketimbang sang wakil.” Itu adalah ungkapan seloroh rakyat jelata tatkala membandingkan nasibnya dengan wakilnya. Wakil yang dimaksud tentu saja mereka yang duduk di legislatif. Rakyat menganalogikan dirinya adalah “ketua” sementara yang duduk legislatif adalah wakilnya. Logikanya, jadi ketua harus lebih sugih ketimbang wakil. Tapi ini tidak. Contohnya, hanya sekadar ingin masak, sulitnya minta ampun.  Seperti di alami warga Dusun Cinangoh, Kelurahan Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Wetan, Karawang, sudah dua bulan tidak mendapatkan elpiji 3 kilogram bersubsidi. Mereka pun kelabakan. Setiap hari harus mencari ke tempat yang jauh. Atau jika dalam kondisi darurat, terpaksa membeli minyak tanah untuk memasak meski harganya Rp 13.000 per liter.    

Di situlah susahnya jadi rakyat. Sekali diberi fasilitas subsidi, tak pernah dinikmati secara lancar. Ada saja persoalannya. Sebagaimana elpiji 3 kg atau “si melon”, pasokannya tidak lancar. Alasannya Pertamina telat mendistribusikan-lah, stoknya habis-lah, atau permintaan melebihi jatah, dll. Sesuatu yang menyakitkan, hak rakyat ini juga ada yang mempermainkan. Ada saja pengusaha yang nakal, yakni isi gas “melon” dipindahkan ke tabung 12 kg untuk mendapat selisih harga jual lebih besar. Gas tabung isi 3 kg jelas murah. Jika dipindahkan ke tabung gas isi 12 kg maka harganya jadi mahal karena tanpa subsidi. Bahkan warga juga ada yang menengarai, gas elpiji 3 kg banyak diborong pengusaha jasa katering. Maksudnya juga sama, ingin mendapat keuntungan berlipat. Padahal untuk usaha seperti katering tidak boleh menggunakan gas tabung isi 3 kg.

Terhadap pengusaha nakal dalam urusan gas, sudah sering kita dengar ada penangkapan. Namun belum pernah ada pemiliknya tertangkap tangan. Mereka yang digiring selalu pekerjanya. Mereka seperti biasa,  di BAP sebagai saksi. Barang bukti pun kerap di sita aparat. Namun, ya sudah sampai di situ. Tak pernah ada lanjutan hingga P21. Jika sudah begitu,  pengusaha gas elpiji nakal ini sosoknya seperti gas elpiji itu sendiri. Baunya ada, tetapi tak pernah terlihat secara kasat mata. Mengapa terjadi demikian? Wallahu alam.         

Kembali ke soal nasib warga Dusun Cinangoh, semestinya tidak dibiarkan seperti itu. Kesulitan rakyat seharusnya jangan dibiarkan tanpa solusi. Aparat terkait sudah sepatutnya mencari tahu dan menyelesaikan agar stok gas elpiji 3 kg kembali tersedia. Karawang bukanlah wilayah antah berantah. Para pemimpin atau siapapun di negeri ini sudah tahu, bahwa Karawang salah satu daerah pemasok utama bahan makanan pokok bangsa kita. Mereka juga tahu jika di daerah ini mesin industri bergemuruh menghidupkan perekonomian. Tapi, mengapa segala yang hebat-hebat tidak menetes untuk menyejahterakan rakyatnya. Misalnya, sebut saja agar bahan bakar gas tidak langka,  supaya setiap rumah tangga rakyat kecil bisa memasak. Sebaiknya wakil rakyat mendengar jeritan “ketuanya”!***   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *