Korban Teroris

KITA menyampaikan rasa duka yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya Sugito, warga Desa Purwasari, Kecamatan Purwasari Karawang. Dia salah satu korban dari aksi teroris yang meledakkan bom di Pusat Perbelanjaan Sarinah, Jln Moh Thamrin, Jakarta Pusat. Sebagai sesama warga Karawang, kita pun turut prihatin karena dugaan awal, korban sempat disebut sebagai salah satu dari pelaku. Akan tetapi, korban yang selama ini tinggal di Kompleks Griya Panorama Indah Blok E2 No.66 RT03 RW 12, adalah warga bisa yang menjadi korban ledakan.

Kita sangat memahami apabila keluarga saat menerima kedatangan jenazah tak kuasa menahan tangis. Demikian pula tetangga dan warga lain yang mengenalnya saat ber-takziah turut bersedih. Kita bisa memahami itu, lantaran kepergianya ke Jakarta dalam kondisi segar bugar. Keberangkatannya adalah untuk menunaikan tugas dari perusahaannya. Ia turun di kawasan Sarinah, diantarkan dua temannya dan beberapa saat kemudian terjadi ledakan bom. Ketika bom meledak, pintu pos polisi terlempar dan mengenai Sugito.

Atas kejadian tersebut, maka wajar apabila aksi teroris kemudian dikecam banyak pihak. Tidak sedikit yang mengutuk tindakan itu, bahkan menilainya sebagai sebuah perbuatan biadab. Kemarahan masyarakat atas tindakan tersebut cukup beralasan, mengingat di antara korban yang meninggal adalah warga yang sama sekali tidak terkait dengan pihak yang mereka (teroris) benci. Apa salah Sugito sehingga harus menjadi korban ledakan bom? Dalam kondisi ini kita memang sulit memahami jalan pikiran para teroris, yang begitu gampang mengambil korban dari kalangan warga biasa.

Bercermin dari peristiwa dari ledakan satu bom ke ledakan bom lain yang dilakukan teroris, harus bagaimanakah sikap kita? Kita ikuti sikap sebagaimana ajakan di media-media sosial, bahwa kita tidak perlu takut, mungkin itu juga benar. Masalahnya, apabila kita lantas selalu dicekam ketakutan sehingga enggan beraktivitas keluar, tentu itu semakin memberi keyakinan kepada para pelaku bahwa tindakannya berhasil. Tindakan teror tidak lain untuk membuat lemahnya mental sasaran teror. Kondisi demikian sangat tidak diharapkan.

Akan tetapi, yang tidak kalah penting adalah selalu terjalinnya silaturahmi antartetangga di kampung atau di kompleks perumahan. Sebab dari berbagai pengalaman menunjukkan, para teroris sekarang bersembunyi di tempat terang. Artinya mereka hadir di tengah warga yang dalam kesehariannya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Terlebih jika warganya biasa berpendapat tidak saling kenal pun tidak mengapa, yang penting tidak saling mengganggu.

Oleh karenanya budaya saling sapa, saling kunjung sebagai sebuah keakraban khas warga di negeri ini harus dihidupkan lagi. Dengan demikian diharapkan apabila ada pendatang baru lalu tidak mau bersosialisasi, tentu ini perlu jadi perhatian. Tokoh masyarakat jangan sungkan melakukan pendekatan, sehingga dapat mengetahui siapa mereka. Ini ingin kita kemukakan mengingat dari kasus teroris yang terungkap selalu ada cerita dari tetangganya bahwa pelaku atau terduga pelaku tidak pernah bergaul.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *