KARAWANG, Spirit – Sempat diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Karawang. Kementrian Agama (Kemenag) mengatakan tidak ada pemotongan anggaran Bantuan oprasional Pendidikan dan Fasilitas (BOPF) untuk Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA).
Kepala Seksi (Kasi) Pondok Pesantren, Wirmo mengatakan anggaran itu langsung diberikan dari kas daerah ke rekening masing-masing sekolah sesuai dengan Perda Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Wajar Dikdas dan Perbup Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Wajib Belajar Diniyah.
“Jadi bagaimana kami melakukan pemotongan? sebab anggarannya langsung ke rekening sekolah,” katanya, Selasa (23/8)
Dikatakan, kendala untuk pencairan anggaran BOPF itu adalah pembuatan proposal, karena Sumber Daya Manusia (SDM) kepala sekolah DTA itu kurang mumpuni untuk membuat proposal. Sehingga untuk membuat proposal para kepala sekolah kebanyakan menyewa orang untuk membuat proposal ditempat rental. Selain itu kepala sekolah juga harus membeli materai sebanyak 5 buah untuk pencairan anggaran itu.
“Anggaran bukan dipotong untuk pribadi tapi untuk pembuatan proposal dan pembelian materai oleh kepala sekolah,” katanya.
Dijelaskan, anggaran yang dicairkan itu sebesar Rp 4,5 miliar untuk 824 DTA di Karawang dengan jumlah murid mencapai 70 ribu siswa. Rata-rata setiap sekolah itu hanya mencapai Rp 2 sampai Rp 4 juta dari anggaran BIPF itu. “Bahkan ada 32 DTA yang tidak mendapat BOPF itu karena ada kesalahan dalam pembuatan proposal saat itu,” katanya.
Ia menambahkan, Pemkab yang meminta proposal untuk pencairan BOPF itu dan tidak ada pelatihan dari Pemkab dalam pembuatan proposal itu. Jadi wajar banyak kepala sekolah yang kebingungan saat pembuatan proposal. “Banyak kepala sekolah yang ketakutan ketika ada pemeriksaan ini, bahkan ada kekhawatiran kedepan anggaran BOPF itu tidak akan dicairkan lagi ketika ada kejadian pemeriksaan dari kejaksaan,” tuturnya.
Dikatakan juga, sebenarnya guru DTA itu kasihan, sebab gaji yang diterima hanya Rp 100 perbulan dengan jumlah guru mencapai 900 orang lebih. “Kami kemarin hanya dimintai konfirmasi terkait tupoksi saja oleh kejaksaan saja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Karawang memeriksa sejumlah pejabat di lingkungan Kementrian Agama Karawang. Mereka diperiksa terkait kasus korupsi dana bantuan operasional pendidikan dan fasilitas (BOPF) untuk sekolah diniyah takmiliyah awaliyah.
Dana yang bersumber dari anggaran APBD Karawang tahun 2014 dan 2015 sebesar Rp 9 miliar itu diduga tidak disalurkan sebagaimana mestinya. “Modusnya adalah dengan cara memotong bantuan tersebut sebesar 15 persen dari bantuan yang diterima setiap siswa DTA,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Karawang, Titin Herawati Utara.
Titin menjelaskan, Kejari mulai meminta keterangan dari sejumlah orang yang terkait dengan penyaluran dana bantuan dari Pemkab Karawang tahun 2014 sebesar Rp 4,6 miliar.
“Namun setelah kami meminta keterangan, ternyata bantuan BOPF tahun 2015 juga bermasalah yang nilainya hampir sama. Jadi, kami perkirakan anggaran BOPF keselurahan mencapai Rp 9 miliar untuk tahun 2014 dan 2015,” katanya.
Menurutnya, jumlah bantuan ke masing-masing DTA bervariatif berdasarkan jumlah siswa yang ada di setiap DTA. Kejari memanggil 12 orang yang mengetahui penyaluran dana BOPF di Kemenag Karawang. Namun dari 12 orang yang dimintai keterangan, baru 5 orang yang sudah datang yaitu Kepala Seksi Pondok Pesatren Wirmo serta sejumlah kepala sekolah dan seorang lagi dari Forum Kelompok Kerja DTA. (fat)