KARAWANG, Spirit – Kejayaan dalang Eka saat masih muda ternyata tidak berbuah manis di hari tuanya. Pasalnya dalang yang terkenal dalam mendramatisir cerita pewayangan tersebut mengalami kehidupan yang terbilang sulit di sebuah sanggar seni bernama Reka Pujangga yang beralamat di Jalan Syekh Quro No. 27 Lamaran Krajan Rt 02/09 kelurahan Palumbonsari Kec. Karawang Timur Kab. Karawang.

Sejumlah prestasi yang sempat di torehkan oleh dalang bernama lengkap Eka Supriadi tersebut tidak menjadi indikator sebuah kehidupan nyaman di masa tua. Di antara beberapa prestasi tersebut adalah Juara Umum Binojakrama Padalangan se-Kabupaten Karawang pada tahun 1999 dan Se-Jabar di Kabupaten Purwakarta pada tahun 1992. Melakukan perubahan mekanisme pagelaran wayang, tanpa merubah filosofi serta keadiluhunganya agar wayang tetap dapat di minati pada tahun 2000. Pagelaran wayang di 7 negara eropa sekaligus pengukuhan wayang sebagai World Master Piece of oral and intangible of Humanity (UNESCO) pada tahun 2004.
Serangkaian acara pagelaran bertaraf nasional yang sudah di mulai pada tahun 1999 itu harus terhenti pada tahun 2010 di karenakan penyakit strok yang mulai menyerang tubuhnya. Di jumpai di sanggar seninya, Dalang Eka mengaku seluruh harta benda yang telah di kumpulkan semasa muda sudah habis terjual sebagai biaya pengobatannya selama ini.
“Semuanya sudah di jual, dari rumah, tujuh buah mobil dan seluruh gamelan, bapak sudah tidak punya apa-apa lagi bahkan wayang yang selama ini menemani bapak sudah tidak ada,” ungkapnya dengan terbata-bata kepada Spirit Jawa Barat.
Proses pengobatan yang telah berjalan lima tahun tersebut di akuinya telah menghabiskan biaya kurang lebih 1,8 juta rupiah untuk sekali pengobatan, hingga saat ini proses pengobatan jalan dengan sederhana menjadi pilihan dalang eka untuk memulihkan kondisi tubuhnya.
“Sampai sekarang masih di upayakan untuk berobat jalan, tetapi tidak seperti dulu yang bisa memanggil dokter yang handal dengan obat yang beragam,” ucapnya.
Kini dalang yang telah aktif mendalang semasa SMAnya tersebut hanya dapat mengandalkan pemasukan yang datang dari sanggar sebagai penopang kehidupanya, sanggar yang berdiri di samping jalan Baru Karawang tersebut di akunya aktif dalam mengajar seni sinden dan gamelan pada remaja dan anak-anak, selain setiap malam, sekitar pukul 09.00 sanggar tersebut rutin mengadakan pagelaran jaipongan untuk menghibur warga serta pengendara yang melewati daerah tersebut.
“Memang untuk pemasukan tidak tentu setiap harinya, bisa 30 ribu bahkan tidak sama sekali, tetapi meski begitu untuk media pembelajaran sanggar ini gratis, meskipun dengan pralatan sederhana siapa saja yang mau belajar kesenian karawitan serta gamelan bisa datang kesini,” ujarnya.
Di waktu yang bersamaan, salah seorang pengelola sanggar yang enggan di sebutkan namanya menyatakan, selain dari uang saweran pagelaran jaipong beberapa kali dalang eka sempat mendapatkan bantuan dari beberapa teman dan kenalanya saat muda yang antusias serta peduli dengan kehidupan dalang eka saat ini.
“Pernah ada yang datang yang dari Subang dan Purwakarta. Mereka mengaku kenalan bapak (dalang Eka) simpati dengan keadanya saat ini,” ujarnya.
Sayangnya kepedulian tersebut berbanding terbalik dengan respon Kabupaten Karawang yang terkesan acuh, tidak hanya dari pihak pemerintah, sesama pelaku kesenianya saja di akunya hingga saat ini belum ada yang sengaja datang untuk membantu.
“Sampai saat ini secara langsung pemerintah daerah belum ada bantuan apapun pada kami. Padahal kalau di lihat dari rekam jejak bapak, dia termasuk putra daerah yang mengharumkan nama Karawang tidak hanya di Indonesia melainkan sampai Eropa,” katanya.
Di lain tempat, WN, salah satu penggiat wayang Golek di Kabupaten Karawang menyatakan, untuk saat ini kepedulian pemerintah daerah terhadap pelaku kesenian lokal sangatlah lemah khusunya untuk seni pewayangan hal tersebut terbukti dengan beberapa acara besar di Kabupaten Karawang yang lebih memilih mendatangkan seniman tradisi dari luar Karawang ketimbang seniman lokal.
“HUT Karawang kemarin lebih banyak dalang dari Bandung dan sekitarnya, padahal dalang dari Karawang banyak,” ujarnya.
Selain itu pengorganisiran pelaku seni pewayangan juga di anggapnya kurang benar, PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia) yang merupakan organisasi yang mengayomi dalang se-Kabupaten Karawang ini di anggap tidak dapat mengakomodir anggotanya dan lebih berorientasi pada keuntungan.
“Menurut saya PEPADI belum effektif sebagai organisasi, tugas untuk mengakomodir dalang seakan di manfaatkan sebagai bentuk keuntungan, memang untuk masalah ini harus ada penyelesainya kalau tidak kasian para dalang yang sudah sepi job saat ini,” ungkapnya.
Hal serupa di sampaikan oleh pengurus sanggar Reka Pujangga itu. Hal tersebut merupakan salah satu alasan bagi sanggar untuk tidak menyatu dengan pemerintah melalui kampung budaya. “Kampung budaya itu apa-apa duit, kami tidak ingin seperti itu makanya kami lebih memilih membangun sanggar di sini meski sederhana kalau ada yang mau belajar apapun bisa datang kesini gratis,” ungkapnya.
Selain itu (WN) memiliki tanggapanya sendiri mengenai permasalahan yang sedang di alami oleh dalang Eka, menurutnya permasalahan tersebut merupakan permasalahan pribadi dalang Eka. Selain untuk biaya berobat habisnya seluruh harta dalang Eka ada sangkut pautnya oleh kasus narkoba yang sempat menimpanya beberapa tahun lalu. Oleh sebab itu pula kehidupan dalang eka berubah 180 derajat, mulai dari permasalahan rumah tangga serta keluarga besar yang membiarkan dalang Eka hidup sendiri di sebuah sanggar sempit pinggir jalan.
“Saya sebenarnya tidak pantas berbicara seperti ini, bagaimanapun dalang Eka adalah orang yang saya kagumi lewat karyanya mungkin ini bisa jadi pelajaran,” ucapnya.
Terlepas dari semua masalah tersebut, banyak sekali harapan dari pelaku seni Kabupaten Karawang akan peran aktif pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi daerah melalui kesenian tradisional, hal tersebut di anggap penting selain sebagai media pembelajaran dan promosi kabupaten sebuah kesenian yang di kelola dengan benar dapat menjadi kearifan local untuk daerah tersebut serta mengangkat prekonomian dari pelaku seni tersebut.
“Karawang adalah Kabupaten yang kaya keberagaman, bila kesenian ini dapat di kelola dengan baik saya rasa tidak hanya plaku seninya yang sejahtera, kabupaten tempatnya berasal akan terkenal dengan bentuk kearifan lokalnya, contoh sederhana adalah Purwakarta,” pungkasnya. (zuh)