KARAWANG, Spirit – Berkas gugatan praperadilan atas penangkapan dan penahanan Kepala Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang, Asep Kadarusman didaftarkan ke Pengadilan Negeri Karawang, Senin (5/12). Pasalnya, menurut Supriyadi, kuasa hukum Asep Kadarusman, selain tidak berdasar, penahanan terhadap kliennya di LP Kebonwaru Bandung bermuatan politis.
“Setelah praperadilan pertama setahun lalu pada kasus yang sama dan dimenangkan klien kami, pihak Kejari telah meminta kelengkapan berkas kepada pihak Polres. Tapi tiga kali, masih saja tidak lengkap alias P-19 dan akhirnya ditahan. Dari administrasi, karena sudah dibatalkan termasuk sprindiknya, berarti batal demi hukum. Ini terlalu dipaksakan,” kata Supriyadi usai mendaftarkan gugatan praperadilan tersebut.
Selain itu, kata dia, nuansa penangkapan dan penahanan kali kedua terhadap sebagai Kades, cenderung bernuansa politis yang membuka peluang tradisi politik lokal di desa yang tidak elegan. Hal itu, kata dia, sebagaiman termaktub dalam Pasal 42 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang pemerintahan desa yang menyatakan Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara, celah hukum ini sangat rentan dipolitisasi.
Pasalnya, kata Supriyadi, dengan dipaksa untuk ditahan tanpa ada dasar yang kuat, kades yang belum tentu bersalah bisa diberhentikan. Padahal, penahanan tersebut atas desakan adanya rivalitas di desa dan bukan karena proses hukum. Kepala desa dengan pasal 42 tersebut berpotensi untuk dikriminalisasi. Jadi bukan karena kepentingan kades Asep Kadarusman saja kita praperadilan ini, tetapi untuk kepentingan seluruh kades yang lainjangan sampai dikriminalisasi.
“Muatan politisnya terlalu kuat dalam penahanan ini. Kalau ini diteruskan, akan menjadi preseden buruk dan berpotensi di desa tidak pernah kondusif hanya karena rivalitas yang dibungkus melalui proses hukum yang dipaksakan. Makanya, kami juga berencana melakukan judicial review terhadap pasal 42, karena menurut kami multitafsir yang bisa dimanfaatkan oleh orang yang berkepentingan menjatuhkan kepala des,” imbuhnya.
Ia meminta, untuk melihat lebih jauh seberapa kerugian Negara ataupun kerugian desa atas perbuatan klienny,kepala desa bisa melakukan diskresi sebagaimana UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Mengingat, lanjut Supriyadi, tata kelola pengelolaan limbah hingga dimunculkan persepsi pemerasan yang dilakukan kliennya tidak ada aturan baku.
“Jangankan UU ataupun PP yang mengatur soal rekomendasi pengelolaan limbah, Perda sampai Perdes saja tidak ada yang mengatur. Sehingga, kades tentu dibolehkan melakukan diskresi untuk membuat kebijakan sepanjang tidak melanggar aturan hukum yang diatas. Lagian, rekomendasi kades itu bukan syarat mutlak bagi pengusaha dalam mengelola limbah. Yang tidak mendapat rekomendasi tapi mengelola limbah ternyata juga banyak ,” tandas Supriyadi lagi.
Selain itu, ia meminta untuk dilakukan perhitungan terhadap hasil pembangunan di desa Parungmulya dengan perolehan pendapatan desa setempat sejak dakwaan atas penyelewengan kas desa yang disangkakan terhadap Asep Kadarusman.
“Saat ini memang desa jadi incaran semua pihak karena dana yang turun sangat besar. Saya meminta tolong dihitung semua hasil pembangunannya, dikalkulasikan dengan sumberdana yang masuk ke desa. Kalaupun hasilnya memang jauh dengan penerimaan alias uang masuk ke desa, berarti memang ada penyelewengan. Tapi, kalau tidak ada dan bahkan lebih besar pembangunan, tentu tidak ada sedikitpun uang yang digelapkan,” paparnya.
Sebelumnya diketahui, Asep Kadarusman ditahan di LP Kebonwaru Bandung oleh Kejaksaan Negeri Karawang dengan dakwaan melakukan pemerasan pengusaha penngelola limbah dan menggelapkan uang tersebut untuk kepentingan pribadi.
Hal yang sama sebelumnya juga telah terjadi oleh pihak Polres Karawang. Namun, setelah melakukan gugatan praperadilan yang dimenangkannya, akhirnya Asep pun dilepaskan dan seluruh dakwaan dinyatakan batal demi hukum. (ist)